Riau.WahanaNews.co - Petani sawit berharap langkah Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) yang merilis Bursa Sawit (Crude Palm Oil/CPO) dapat menjadikan harga tandan buah sawit (TBS) lebih berkeadilan.
Sebab, sejak larangan ekspor CPO 2022 lalu harga TBS petani kerap di bawah biaya pokok produksi dan itu bukan rahasia lagi.
Baca Juga:
Yuk Hitung Dampak Sentimen Bursa CPO Terhadap Kinerja Emiten CPO
Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), Dr. Gulat Manurung mengatakan, DPP Apkasindo sudah melakukan studi banding ke beberapa negara produsen CPO dan pembeli CPO seperti Malaysia, China, Pakistan, India dan terakhir mengadakan pertemuan dengan Asosiasi Petani Sawit Negara-negara produsen CPO yang difasilitasi oleh CPOPC.
“Terus terang semua itu telah menjadi sumber inspirasi kami untuk bisa lebih berperan dalam lobi diplomasi internasional. Selain itu kami juga menyimpulkan bahwa Dibanding negara-negara produsen CPO tersebut, harga referensi CPO Indonesia tidak kompetitif terkhusus di KPBN,” kata Gulat di Kantor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) beberapa waktu lalu, dikutip Jumat (20/10/2023).
Dia mengatakan, banyak yang harus kita perbaiki dan memulai dengan sukarela (voluntir) dalam keikutsertaan bursa CPO adalah tonggak sejarah bursa Indonesia dan Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko adalah pengagas suksesnya.
Baca Juga:
Emiten PBSA Dicecar BEI Diduga Jual Perusahaan Limbah Sawit ke Shell
“Kami berharap harga yang terbentuk di bursa CPO akan menjadi kesepakatan dan acuan semua PKS. Dan terbentuknya harga CPO di bursa akan sangat ditentukan oleh jumlah korporasi yang ikut di bursa tersebut,” ujar Gulat.
Tentu harapan ini, ujar dia, bukan hanya harapan bagi petani tapi juga korporasi sawit yang kecil-kecil terkhusus refinary karena akan terjadi persaingan yang akan menggambarkan harga CPO global.
“Kami berharap kebaikan kepada bapak ibu korporasi dan pemerintah melihat kami petani sawit di hulu, karena kami sudah cukup lama babak belur,” ujar Gulat.