Berbeda dengan migas konvensional, migas ini adalah hidrokarbon yang terperangkap pada batuan induk (shale oil/gas) tempat terbentuknya hidrokarbon atau batuan reservoir klastik berbutir halus dengan permeabilitas rendah. Batuan inilah yang kemudian akan menjadi minyak setelah dipanaskan dengan suhu tinggi.
Fenomena shale oil atau minyak serpih ini dimulai oleh Amerika Serikat belasan tahun belakangan ini. Negara adidaya yang menjadi konsumen minyak terbesar ini menemukannya hingga sempat membuat harga minyak anjlok.
Baca Juga:
Antusiasme Masyarakat Menggala 5 Sambut dan Dukung Afrizal Sintong dan Sepenuhnya.
Produksinya menjadi tinggi sehingga narasi besar minyak akan segera habis layak dipertanyakan kembali. Karena, ternyata di bawah minyak masih ada minyak.
Namun begitu, untuk mendapatkannya membutuhkan teknologi yang khusus untuk mengambil minyak yang bisa sampai 3 kilometer ke bawah tanah. Di Indonesia, ini kali pertama sehingga benar-benar sebuah sejarah bagi hulu migas Indonesia.
Ini merupakan hasil kerja Pertamina Hulu Rokan di Wilayah Kerja atau Blok Rokan sejak alih kelola dari PT Chevron Pasific Indonesia 2 tahun lalu.
Baca Juga:
Sat Narkoba Polres Rohil Amankan Narkoba di Penginapan Anggrek Bagan Sinembah
Bagi Direktur Utama PHR Chalid Said Salim, pencarian minyak ini untuk meningkatkan produksi secara signifikan.
Tak hanya di Lapangan Gulamo, nantinya berlanjut di Lapangan Kelok. Pada pengeboran perdana atau tajak ini pihaknya menargetkan sampai kedalaman 8500 kaki dengan opsi ditambah 1.000 kaki lagi sehingga menjadi 9.500 kaki.
Untuk itu digunakan rig dengan kapasitas yang cukup besar yakni 1.500 tenaga kuda (horsepower). Sebagai perbandingan, biasanya yang digunakan di WK Rokan ini adalah yang 750 HP.