Riau.WahanaNews.co - Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menanggapi soal rencana pemerintah melakukan pemutihan atau pengampunan 3,3 juta hektare kebun sawit ilegal yang berada di kawasan hutan.
Ketua Departemen Advokasi SPKS, Marselinus Andry menilai kebijakan tersebut amat tertutup.
Baca Juga:
Bupati Tolitoli Amran Hi Yahya Ajak Masyarakat Tingkatkan Produktivitas Kelapa Sawit
Bahkan, kata dia, SPKS sampai saat ini tidak menemukan Surat Keputusan (SK) tim Satgas dan Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam rangka Penataan Kawasan Hutan (PPTPKH). Termasuk petunjuk teknisnya pemutihan kebun sawit untuk sawit rakyat dan data peta indikatif yang digunakan pemerintah.
"Peta ini penting agar bisa dikawal oleh masyarakat sipil. Tapi prosesnya saat ini cenderung tidak transparan," ujar Andy, dikutip Jumat (22/9/2023).
Adapun pemerintah berniat menyelesaikan masalah kebun sawit ilegal dalam kawasan hutan melalui rezim Undang-undang Cipta Kerja yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan.
Baca Juga:
Di WTO, RI Berhasil Buktikan Tindakan Diskriminasi Uni Eropa atas Minyak Sawit dan Biofuel Berbahan Baku Kelapa Sawit
SPKS menilai langkah itu hanya menjadi penyelesaian untuk gerbong perusahaan, tetapi tidak operasional dengan sawit rakyat. Padahal, menurut SPKS, penyelesaian sawit rakyat harus dibedakan.
Andy menyebutkan, kebijakan ini tidak akan operasional untuk sawit rakyat karena beberapa hal. Pertama, sawit rakyat dalam kawasan hutan tidak bisa disamakan dengan skema self reporting dalam penyelesaiannya.
Seperti diketahui, pemerintah mensyaratkan kepada pemilik lahan untuk melaporkan semua data perizinan dan luas lahan yang dimiliki lewat situs Sistem Informasi Perizinan Perkebunan (SIPERIBUN).