Meski saat ini Pemerintah Indonesia bersama negara-negara eksportir lainnya sedang mengupayakan perlawanan, namun tampaknya kecil kemungkinan Uni Eropa akan mencabut regulasi EUDR. Hal ini diperparah imbas dari kebijakan Indonesia yang melarang ekspor biji nikel.
Lebih lanjut, Ariawan mengatakan persyaratan due diligence EUDR tidak sesuai dengan prinsip dan kaidah hukum WTO karena persyaratan due diligence deforestasi dalam semua supply chain perdagangan internasional Uni Eropa secara inheren menciptakan sistem penolakukuran (benchmarking) yang bersifat diskriminatif bagi negara-negara eksportir produk perkebunan, pertanian, dan peternakan khususnya kelapa sawit karena mempersulit akses market penetration ke pasar Uni Eropa yang berimbas merugikan produsen UMKM dan petani kecil (smallholders).
Baca Juga:
Antusiasme Masyarakat Menggala 5 Sambut dan Dukung Afrizal Sintong dan Sepenuhnya.
Ariawan menegaskan, Uni Eropa dalam konteks perdagangan internasional seharusnya merancang regulasi yang lebih mengedepankan negara berkembang dan negara dengan ekonomi terbelakang sesuai prinsip fair trade serta mengutamakan balancing position antara Uni Eropa dengan negara pengekspor seperti Indonesia agar terciptanya perdagangan internasional yang setara dan berkeadilan sebagaimana yang dikemukakan oleh John Rawls dalam teori Justice as Fairness dan Frank J. Garcia dalam teori Just Trade.
Seperti diketahui, Uni Eropa telah mengesahkan Undang-Undang Deforestasi Uni Eropa (European Union Deforestation Regulation/EUDR) pada bulan Mei 2023 dan peraturan ini telah diundangkan pada bulan Juni 2023.
Sebanyak 27 negara mengadopsi aturan yang membantu perserikatan negara-negara Uni Eropa itu mengurangi kontribusinya terhadap deforestasi global.
Baca Juga:
Sat Narkoba Polres Rohil Amankan Narkoba di Penginapan Anggrek Bagan Sinembah
Regulasi ini diberlakukan oleh Uni Eropa untuk mengurangi dampak deforestasi terhadap lingkungan dan membantu melindungi hutan di berbagai negara dengan melarang komoditi dan produk turunan perkebunan, pertanian, dan peternakan seperti minyak sawit, minyak kedelai, arang, daging sapi, kakao, kopi, karet, jagung, produk kayu dan pulp yang terindikasi dihasilkan melalui proses deforestasi dan degradasi hutan.
[Redaktur: Mega Puspita]