Riau.WahanaNews.co - Undang-Undang Deforestasi Uni Eropa (European Union Deforestation Regulation/EUDR) yang diteken sejak Mei 2023 yang lalu mengancam produk turunan perkebunan asal Indonesia untuk masuk ke Eropa.
Pemerintah pun diminta mencari pasar di negara lain selain Eropa untuk melindungi produk sawit dan lain-lain.
Baca Juga:
Antusiasme Masyarakat Menggala 5 Sambut dan Dukung Afrizal Sintong dan Sepenuhnya.
Diketahui, regulasi yang diberlakukan Uni Eropa ini melarang komoditi dan produk turunan perkebunan, pertanian, dan peternakan seperti minyak sawit, minyak kedelai, arang, daging sapi, kakao, kopi, karet, jagung, produk kayu dan pulp yang terindikasi dihasilkan melalui proses deforestasi dan degradasi hutan.
Pakar Hukum Bisnis dan Perdagangan Internasional, Ariawan Gunadi mengatakan, barang-barang yang berasal dari negara dengan risiko deforestasi yang tinggi harus melalui pengecekan oleh petugas pabean Uni Eropa.
"Komoditi dan produk turunan hanya boleh masuk ke pasar EU jika memenuhi syarat, antara lain bebas deforestasi dan degradasi hutan, memiliki legalitas yang cukup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara produsen dan mengikuti uji tuntas," beber Ariawan dalam keterangannya, dikutip Senin (9/10/2023).
Baca Juga:
Sat Narkoba Polres Rohil Amankan Narkoba di Penginapan Anggrek Bagan Sinembah
Ariawan berharap, Pemerintah Indonesia perlu menempuh beberapa kebijakan untuk mengatasi situasi ini diantaranya dengan memperkuat hubungan dagang dengan negara-negara yang telah menjadi pelanggan setia CPO Indonesia seperti Amerika Serikat, China, dan India serta memperluas pasar ke negara timur tengah, negara afrika, dan negara-negara Asia lainnya.
"Indonesia harus membangun pasar keuangan sawit yang mapan dan mendukung iklim usaha industri hingga dapat mengalahkan Uni Eropa," ujar Ariawan Gunadi.
Selain itu, lanjut Ariawan, pemerintah juga perlu memperbanyak penyelenggaraan pelatihan EUDR bagi produsen UMKM dan petani kecil, memberikan edukasi mengenai implementasi standar sustainability report dan implementasi sustainability certification seperti Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) berdasarkan ketentuan EUDR dan mencukupi kebutuhan bahan baku minyak goreng dan turunan di dalam negeri.
Meski saat ini Pemerintah Indonesia bersama negara-negara eksportir lainnya sedang mengupayakan perlawanan, namun tampaknya kecil kemungkinan Uni Eropa akan mencabut regulasi EUDR. Hal ini diperparah imbas dari kebijakan Indonesia yang melarang ekspor biji nikel.
Lebih lanjut, Ariawan mengatakan persyaratan due diligence EUDR tidak sesuai dengan prinsip dan kaidah hukum WTO karena persyaratan due diligence deforestasi dalam semua supply chain perdagangan internasional Uni Eropa secara inheren menciptakan sistem penolakukuran (benchmarking) yang bersifat diskriminatif bagi negara-negara eksportir produk perkebunan, pertanian, dan peternakan khususnya kelapa sawit karena mempersulit akses market penetration ke pasar Uni Eropa yang berimbas merugikan produsen UMKM dan petani kecil (smallholders).
Ariawan menegaskan, Uni Eropa dalam konteks perdagangan internasional seharusnya merancang regulasi yang lebih mengedepankan negara berkembang dan negara dengan ekonomi terbelakang sesuai prinsip fair trade serta mengutamakan balancing position antara Uni Eropa dengan negara pengekspor seperti Indonesia agar terciptanya perdagangan internasional yang setara dan berkeadilan sebagaimana yang dikemukakan oleh John Rawls dalam teori Justice as Fairness dan Frank J. Garcia dalam teori Just Trade.
Seperti diketahui, Uni Eropa telah mengesahkan Undang-Undang Deforestasi Uni Eropa (European Union Deforestation Regulation/EUDR) pada bulan Mei 2023 dan peraturan ini telah diundangkan pada bulan Juni 2023.
Sebanyak 27 negara mengadopsi aturan yang membantu perserikatan negara-negara Uni Eropa itu mengurangi kontribusinya terhadap deforestasi global.
Regulasi ini diberlakukan oleh Uni Eropa untuk mengurangi dampak deforestasi terhadap lingkungan dan membantu melindungi hutan di berbagai negara dengan melarang komoditi dan produk turunan perkebunan, pertanian, dan peternakan seperti minyak sawit, minyak kedelai, arang, daging sapi, kakao, kopi, karet, jagung, produk kayu dan pulp yang terindikasi dihasilkan melalui proses deforestasi dan degradasi hutan.
[Redaktur: Mega Puspita]