WahanaNews-Riau I Meski telah menang dalam putusan prapradilan di PN Taluk Kuantan, perkara dugaan korupsi Kepala Dinas ESDM Riau non aktif tetap disidangkan di PN Tipikor Pekanbaru.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru tetap menggelar sidang kasus dugaan korupsi yang menjerat Kadis ESDM Riau, Indra Agus.
Baca Juga:
Antusiasme Masyarakat Menggala 5 Sambut dan Dukung Afrizal Sintong dan Sepenuhnya.
Dikutip dari detikcom, di PN Tipikor Pekanbaru, Jalan Teratai, Selasa (9/11/2021), sidang dibuka ketua majelis hakim Dahlan dan dihadiri secara virtual oleh Indra dari Lapas Taluk Kuantan.
"Tindak pidana atas nama Indra Agus Lukman dibuka dan terbuka untuk umum," ucap Dahlan saat membuka sidang.
"Sebelum kita mulai sidang, kami perlu jelaskan karena perkara ini agak ribut saya lihat terkait praperadilan di Teluk Kuantan," katanya.
Baca Juga:
Sat Narkoba Polres Rohil Amankan Narkoba di Penginapan Anggrek Bagan Sinembah
Dahlan menjelaskan status Indra Agus sudah beralih dari tersangka menjadi terdakwa. Sesuai petunjuk Mahkamah Agung, katanya, sidang kasus dugaan korupsi tersebut harus tetap digelar.
"Sesuai petunjuk MA, ketika perkara sudah dilimpahkan ke pengadilan, maka ststus tersangka berubah jadi terdakwa dan oleh karena sudah ditentukan majelis hakimnya dan sudah ditentukan hari sidangnya, maka secara hukum berkas perkara harus diperiksa," kata majelis.
Dahlan meminta pihak-pihak yang keberatan menyampaikan di sidang pokok perkara. Keberatan disampaikan di eksepsi yang dibacakan.
"Tentang segala sesuatunya silakan disampaikan saat eksepsi. Ya begitu petunjuk MA," katanya.
Dahlan juga mengatakan majelis hakim PN Tipikor tidak ada kaitan dengan praperadilan. Menurutnya, majelis tidak tahu ada praperadilan yang diajukan Indra Agus di PN Taluk Kuantan.
"Perlu klarifikasi, karena sudah ribut-ribut. Majelis hakim tidak ada kaitan dengan praperadilan, kami tidak tahu di sana ada prapid karena bukan tugas kami meneliti di pengadilan-pengadilan dan ketika JPU sudah melimpahkan berkas perkara tidak ada disebut prapid," katanya.
Dahlan mengatakan sidang dakwaan terhadap Indra Agus sempat ditunda karena dia tengah operasi mata kaki. Dahlan menegaskan akan mempidanakan pihak-pihak yang menjelekkan hakim.
"Penundaan pada hari Kamis karena saya operasi di mata kaki. Sampai sekarang benang juga belum dibuka, mata kaki sebelah kanan," kata Dahlan.
"Tidak ada kaitan sama sekali, jika ada orang lain atau siapapun yang menjelek-jelekkan majelis hakim atau mencatut nama majelis hakim, kami tidak segan-segan nanti akan mempidanakan, ikuti saja prosedurnya," sambungnya.
Dia juga mempersilakan semua pihak mengecek kebenaran terkait operasi yang dijalaninya di salah satu rumah sakit. Menurutnya, tak ada yang ditutup-tutupi.
"Begitu juga JPU, mungkin menduga, wah ini majelis hakim? Silakan cek di RS Eka Hospital, betul apa tidak saya operasi di sana. Tanya lagi betul apa tidak saya akan konsultasi ulang, jadi tidak mengada-ada," katanya.
Hakim menegaskan status Indra Agus sudah beralih dari tersangka ke terdakwa. Menurutnya, status yang gugur lewat praperadilan adalah tersangka, bukan terdakwa.
"Perintah di praperadilan itu tersangka, bukan terdakwa. Kalau penasehat hukum keberatan, kita ikuti prosedur sesuai KUHAP. Itu petunjuk MA karena masalah ini sudah sampai ke pusat," katanya.
Menang Praperadilan
Hakim tunggal Yosep Butar Butar mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan Kepala Dinas ESDM Riau, Indra Agus. Hakim menyatakan penetapan Indra Agus sebagai tersangka kasus korupsi tidak sah.
Putusan praperadilan dibacakan di PN Taluk Kuantan, Kamis (28/10/2021). Perwakilan pemohon dan termohon hadir saat putusan dibacakan hakim Yosep Butar Butar.
"Mengabulkan permohonan praperadilan pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan surat penetapan tersangka tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum," ucap Yosep.
Indra Agus ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi bimtek fiktif Rp 500 juta. Kasus itu diduga terjadi saat Indra Agus masih menjabat Kepala Dinas ESDM Kabupaten Kuantan Singingi.
Bimtek Rp 500 juta itu dinyatakan fiktif lewat putusan bersalah terhadap mantan Bendahara Pengeluaran Dinas Pertambangan dan ESDM Kuansing, ED, dan mantan PPTK, AR, pada kasus yang sama.
Dalam putusan itu, ED dan AR dijatuhi masing-masing hukuman 1 tahun penjara. Keduanya juga diberhentikan sebagai ASN pada 2019 setelah keluar kebijakan pemerintah terkait tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh ASN. (tum)