Franky menambahkan, dengan luas 8 persen dari total lahan yang digunakan untuk memproduksi minyak nabati, komoditas sawit Indonesia dapat memasok 40 persen dari kebutuhan minyak nabati dunia saat ini.
Itu berarti, kelapa sawit berperan sebagai potensi biosolusi yang dimiliki Indonesia yang juga dapat menjadi jawaban bagi kebutuhan dunia akan bahan bakar nabati rendah karbon berkelanjutan.
Baca Juga:
GAPKI Desak Pembentukan Badan Sawit Nasional di Bawah Pemerintahan Prabowo
Franky mengatakan, Indonesia telah mendekarbonisasi ekonomi melalui program B35.
Program tersebut merupakan kebijakan pencampuran bahan bakar nabati terbesar di dunia dengan target penyaluran hingga 13,15 juta kiloliter biodiesel pada 2023.
Hal itu belum termasuk potensi peningkatan lebih jauh serta memanfaatkan teknologi seperti dalam produk hydrotreated vegetable oil yang lebih efisien.
Baca Juga:
Harga CPO Naik Signifikan, Dorong Pertumbuhan Ekspor Indonesia
Pada kesempatan itu, sambutan baik dari industri penerbangan, Presiden Airbus Asia-Pacific Anand Stanley yang mengatakan bahwa Airbus sebagai perusahaan penerbangan ramah lingkungan berkomitmen mengurangi konsumsi bahan bakar sebesar 80 persen selama 50 tahun terakhir.
"Kami juga berkomitmen menekan jejak karbon, tak hanya dari hasil pembakaran bahan bakar di udara, tetapi juga seluruh siklus bahan bakar mulai saat diproduksi," tuturnya.
Anand mengatakan, tantangan yang dihadapi Airbus dan perusahaan penerbangan lain dalam mewujudkan penerbangan ramah lingkungan adalah suplai bahan bakar penerbangan ramah lingkungan yang masih sangat minim.