Penerapan kegiatan yang dapat mendukung dalam menjawab tantangan global tersebut, salah satunya adalah desa pertanian organik berbasis komoditas perkebunan.
Sesuai arahan Presiden, kegiatan ini telah dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian sejak tahun 2016. Kegiatan desa pertanian organik mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 6729:2016 tentang sistem pertanian organik dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2019 tentang sistem budi daya pertanian berkelanjutan.
Baca Juga:
GAPKI Desak Pembentukan Badan Sawit Nasional di Bawah Pemerintahan Prabowo
Pertanian organik merupakan sistem budi daya dan manajemen produksi pertanian yang mendorong serta meningkatkan kesehatan agroekosistem yang didalamnya termasuk keanekaragaman hayati, siklus biologis, dan aktivitas biologis tanah.
Pertanian organik tidak hanya sebagai sistem produksi pertanian, namun juga sebagai sebuah pendekatan sistemik dan komprehensif terhadap penghidupan berkelanjutan secara umum pada tingkat fisik, ekonomi, atau sosial budaya.
Selain itu, pertanian organik memiliki potensi kuat untuk membangun ketahanan dalam menghadapi iklim yang cenderung berubah-ubah (Eyhorn, 2007; Wani, dkk, 2013).
Baca Juga:
Harga CPO Naik Signifikan, Dorong Pertumbuhan Ekspor Indonesia
Pada periode awal penerapan kegiatan desa pertanian organik (tahun 2016-2019), Direktorat Jenderal Perkebunan telah membina sekitar 160 kelompok tani komoditas perkebunan dari seluruh wilayah Indonesia.
Tiap kelompok tani yang mengikuti program desa pertanian organik diberikan bantuan pengungkit berupa ternak ruminansia kecil/besar, kandang ternak, rumah kompos, dan lain-lain.
Bantuan tersebut diberikan sebagai pemicu dalam rangka menjadikan kelompok tani mandiri dalam penyediaan input produksi di kebunnya.