Riau.WahanaNews.co - Pemerintah resmi meluncurkan bursa minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) pada Jumat (13/10). Kehadiran CPO dinilai bisa menjadi sentimen positif bagi kinerja emiten minyak kelapa sawit.
Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan mengatakan, ekspor CPO Indonesia mencapai hampir 47 juta ton dengan nilai hampir US$ 30 miliar. Meski begitu, Indonesia belum memiliki harga acuan sendiri lantaran masih mengikuti harga acuan Belanda dan Malaysia.
Baca Juga:
Yuk Hitung Dampak Sentimen Bursa CPO Terhadap Kinerja Emiten CPO
"Kami berharap dengan adanya bursa CPO, maka barometer harga CPO ada di Indonesia," ujarnya Zulhas, dikutip Rabu (18/10/2023).
Kehadiran bursa CPO juga diharapkan akan membentuk harga CPO yang adil, akuntabel, dan transparan. Menurutnya, ini didorong dari keterlibatan banyak penjual dan pembeli.
Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Didid Noordiatmoko menambahkan, saat ini sudah ada 18 pengusaha yang akan terlibat dalam perdagangan bursa CPO sebagai penjual dan pembeli. Ke depan diharapkan akan semakin banyak pengusaha minyak kelapa sawit yang terlibat.
Baca Juga:
Ternyata, Ini Manfaat Bursa CPO bagi Petani Sawit
"Kami yakin seluruh pelaku usaha bersedia berpartisipasi karena bursa CPO akan menempatkan penjual dan pembeli pada level yang sama, sehingga memiliki kekuatan tawar menawar dan berujung pada pembentukan harga acuan untuk CPO," paparnya.
Mengacu pada ketentuan Perba No 7 Tahun 2023, Bappebti tidak mengharuskan perusahaan masuk bursa CPO alias bersifat voluntary.
Dengan peresmian hari ini, Didid juga berharap bursa CPO sudah bisa berjalan sepenuhnya pada 23 Oktober 2023. Dengan demikian, Indonesia sudah bisa mulai membentuk price discovery, yang selanjutnya diharapkan pada kuartal I 2024 sudah terbentuk price reference.
CEO ICDX Group Nursalam mengungkapkan, tantangan pada bursa CPO bukan pada hal teknis, melainkan kolaborasi para perusahaan. Secara teknis, ia menyebut persiapan ICDX sudah baik lantaran pihaknya telah meluncurkan kontrak CPO pada Mei 2010 sebagai sarana hedging bagi pelaku pasar CPO Indonesia.
Ia berharap dengan pembentukan bursa CPO ini, patokan ekspor Indonesia berasal dari bursa CPO. Maklum, sejak Juli 2013 harga settlement kontrak CPO ICDX telah digunakan dalam formula penetapan harga patokan ekspor (HPE) dengan pembobotan sebesar 60%, dan sisanya BMD 20% & CIF Rotterdam 20%.
Untuk bursa CPO, mekanisme transaksi dimulai dari jaminan transaksi atau jaminan dari penjual dan pembeli berupa cash atau surat berharga yang belum diserahkan ke Lembaga Kliring sebelum bertransaksi. Setelahnya berlanjut pada bid & offer, yang mana permintaan pembeli terdiri dari harga dan jumlah lot.
"Tiap 1 lot berisikan 25 ton CPO dengan tick size Rp 5 per kilogram," terangnya.
Setelahnya berlanjut pada trade allocation atau konfirmasi transaksi sebagai bukti ada transaksi yang sepadan, yang diterbitkan pada saat penutupan pasar atau T+0. Selanjutnya pembayaran yang dilakukan paling lambat T+2.
Lalu penyerahan CPO yang dilakukan T+15 dengan mutu CPO yang harus diserahkan oleh penjual, yakni FFA maksimal 5% dan Moisture & Impurities (M&I) maksimal 0,5%. Baru kemudian berita acara serah terima (BAST) dan terakhir pembayaran oleh lembaga kliring.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) berharap, dengan diresmikannya bursa CPO maka Indonesia bisa menjadi penentu pembentukan harga acuan CPO.
Ketua Umum Gapki Eddy Martono mengatakan, yang diharapkan dari bursa ini adanya transparansi sehingga harga yang terbentuk riil. Sedangkan untuk harga yang terbentuk tetap tergantung dengan supply dan demand serta harga minyak nabati dunia.
"Kami berharap bursa ini bisa menarik untuk penjual dan pembeli sehingga bisa menjadi bursa dunia dan menjadi acuan harga dunia," kata Eddy saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (16/10).
Lebih lanjut, jika bursa CPO ini sesuai dengan mekanisme pasar, Gapki optimistis target untuk membentuk harga referensi sawit dunia akan bisa terwujud. Selain itu, Gapki berharap Bursa Sawit Indonesia ini bisa mengakomodasi pelaku usaha yang dinaungi oleh Gapki.
Pengamat Komoditas dan Mata Uang Lukman Leong menilai positif upaya pemerintah membentuk harga acuan sendiri. Namun, ia mengakui bahwa tidak akan instan hasilnya.
Pengamat Komoditas dan Mata Uang Lukman Leong menilai positif upaya pemerintah membentuk harga acuan sendiri. Namun, ia mengakui bahwa tidak akan instan hasilnya.
"Harus dilihat dulu pelaksanaan dan seaktif apa partisipasi anggota. Logisnya, kalau semua serius dan aktif maka akan efektif," katanya.
Terkait keanggotaan yang tidak diwajibkan, Lukman melihat hal ini akan kembali pada pemerintah. Menurutnya, pelaku usaha juga akan tertarik apabila terdapat pemberian insentif, kemudahan ekspor, dan lain sebagainya.
Analis Mirae Asset Sekuritas Rizkia Darmawan melihat, bursa CPO bisa berdampak positif terhadap harga jual CPO Indonesia dan juga emitennya.
Terkait kinerja emiten CPO pada kuartal IV 2023 dan 2024, Rizkia mengatakan masih wait and see. Dengan adanya dinamika ketegangan geopolitik saat ini, kemungkinan ada tendesi harga komoditas global naik.
[Redaktur: Mega Puspita]