Kedua, masalah pendaanan sertifikasi ISPO yang cukup sulit bagi petani. Ketiga, persoalan pendampingan dan edukasi serta sosialisasi yang minim kepada KUD/Kelompok Tani.
Keempat adalah tidak ada insentif bagi penerima ISPO. Kelima, masalah penggunaan bibit illegitim. Keenam yaitu administrasi petani belum tercatat dengan baik.
Baca Juga:
Serikat Petani Kelapa Sawit Melakukan Sosialisasi Percepatan ISPO Kepada Petani Swadaya di Tiga Kabupaten
Berpijak dari keenam hambatan inilah, Gulat meragukan petani sawit mampu memenuhi kewajiban (mandatori) sertifikasi ISPO petani pada 2025 mendatang.
Pahala Sibuea, Ketua Umum POPSI, sepakat dengan tantangan ISPO petani yang disampaikan APKASINDO. Menurutnya, petani masih menanyakan implementasi dan manfaat ISPO. Selama ini proses sosialisasi ISPO di daerah belum berjalan maksimal karena minimnya pemahaman dinas perkebunan daerah terkait ISPO.
“Hal inilah masalah sebenarnya, sebab peran dinas dalam mensukseskan sertifikasi ISPO sangat fundamental, sehingga pengetahuan proses tentang ISPO dari hulu hingga hilir wajib diketahui oleh dinas,” jelas Pahala.
Baca Juga:
AMM SAKA Meminta PKS di Subulussalam Tidak Menerima TBS Dari PT. Laot Bangko
Berdasarkan catatan POPSI, petani sawit menghadapi sejumlah persoalan yaitu pengurusan STDB yang berbelit-belit di tingkat dinas dengan mekanisme yang cukup panjang.
Di beberapa daerah masih mensyaratkan wajib melampirkan pembayaran PBB saat pengambilan STDB, dan Biaya proses sertifikasi ISPO dan Audit cukup tinggi, diluar kemampuan petani, bila mengusulkan pembiayaan ke BPDP-KS memerlukan waktu dan proses yang panjan sehingga menyulitkan.
Tantangan berikutnya yaitu diperlukannya Auditor Internal atau internal Control System (ICS) yang bertanggungjawab terhadap perinsip dan kriteria ISPO di kelompok/ koperasi pekebun.