Riau.WahanaNews.co - Pemerintah diminta melibatkan stakeholder (pemangku kepentingan) sawit dalam proses revisi Perpres Nomor 44/2020 mengenai sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
Usulan ini disampaikan sejumlah asosiasi dalam Diskusi bertemakan “Penguatan Regulasi ISPO Bagi Pekebun Swadaya”, Serpong, Banten, Jumat (8/9/2023).
Baca Juga:
Serikat Petani Kelapa Sawit Melakukan Sosialisasi Percepatan ISPO Kepada Petani Swadaya di Tiga Kabupaten
“Revisi Perpres ISPO jangan seperti barang ‘gaib’ tiba-tiba langsung muncul hasilnya. Semua asosiasi perlu dimintakan usulan baik itu GPPI, Apkasindo, POPSI, GAPKI, dan lainnya,” ujar Dr. Delima Hasri Azahari, Ketua Umum GPPI (Gabungan Pengusaha Perkebunan Indonesia) yang menjadi moderator diskusi, dikutip Selasa (10/10/2023).
Diskusi ini menghadirkan sejumlah narasumber antara lain Dedi Djunaedi (Wakil Ketua Umum GPPI), Dr. Gulat ME Manurung (Ketua Umum DPP APKASINDO), Pahala Sibuea (Ketua Umum POPSI).
Gulat Manurung yang menjadi narasumber meminta pemerintah agar transparan dan terbuka dalam proses penyusunan Perpres ISPO yang baru. Karena kebijakan sertifikasi ini juga berdampak kepada petani sawit dalam proses implementasinya.
Baca Juga:
AMM SAKA Meminta PKS di Subulussalam Tidak Menerima TBS Dari PT. Laot Bangko
“Kami minta revisi ISPO ini jangan menjadi barang gaib. Tiba-tiba muncul regulasinya tetapi petani dilibatkan dalam proses revisi,” ujar Gulat.
Dalam penerapan aturan ISPO yang lama, dikatakan Gulat, masih banyak hambatan yang dihadapi petani sawit. Ruwetnya hambatan ini terbukti dari realisasi ISPO di perkebunan sawit rakyat baru 0,31% atau sekitar 22 ribu ha dari total luas perkebunan petani 6,72 juta ha.
Dalam presentasinya, Gulat menerangkan terdapat 5 hambatan ISPO di perkebunan sawit petani. Pertama, persoalan legalitas masih ditemukan kebun kelapa sawit dalam kawasan hutan.
Kedua, masalah pendaanan sertifikasi ISPO yang cukup sulit bagi petani. Ketiga, persoalan pendampingan dan edukasi serta sosialisasi yang minim kepada KUD/Kelompok Tani.
Keempat adalah tidak ada insentif bagi penerima ISPO. Kelima, masalah penggunaan bibit illegitim. Keenam yaitu administrasi petani belum tercatat dengan baik.
Berpijak dari keenam hambatan inilah, Gulat meragukan petani sawit mampu memenuhi kewajiban (mandatori) sertifikasi ISPO petani pada 2025 mendatang.
Pahala Sibuea, Ketua Umum POPSI, sepakat dengan tantangan ISPO petani yang disampaikan APKASINDO. Menurutnya, petani masih menanyakan implementasi dan manfaat ISPO. Selama ini proses sosialisasi ISPO di daerah belum berjalan maksimal karena minimnya pemahaman dinas perkebunan daerah terkait ISPO.
“Hal inilah masalah sebenarnya, sebab peran dinas dalam mensukseskan sertifikasi ISPO sangat fundamental, sehingga pengetahuan proses tentang ISPO dari hulu hingga hilir wajib diketahui oleh dinas,” jelas Pahala.
Berdasarkan catatan POPSI, petani sawit menghadapi sejumlah persoalan yaitu pengurusan STDB yang berbelit-belit di tingkat dinas dengan mekanisme yang cukup panjang.
Di beberapa daerah masih mensyaratkan wajib melampirkan pembayaran PBB saat pengambilan STDB, dan Biaya proses sertifikasi ISPO dan Audit cukup tinggi, diluar kemampuan petani, bila mengusulkan pembiayaan ke BPDP-KS memerlukan waktu dan proses yang panjan sehingga menyulitkan.
Tantangan berikutnya yaitu diperlukannya Auditor Internal atau internal Control System (ICS) yang bertanggungjawab terhadap perinsip dan kriteria ISPO di kelompok/ koperasi pekebun.
Selanjutnya, ada perbedaan tafsiran P&C ISPO di kalangan auditor sehingga berdampak kesulitan pemenuhan dokumen ditingkat kelompok.
Contohnya, ada pemahaman auditor yang memahami kelompok harus bermitra dengan perusahan terdekat, namun ada juga memahami tidak perlu bermitra. sehingga menyulitkan petani dalam pemenuhan dokumen, dimana kemitraan antara kelompok/koperasi dengan perusahaan.
Sebagai informasi, pemerintah sedang melakukan revisi terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan melalui sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) untuk produk kelapa sawit.
[Redaktur: Mega Puspita]