Merosotnya buah sawit ini pun akibat pohonnya kekurangan air. Sehingga, petani tidak bisa berbuat banyak, hanya menunggu musim hujan turun.
“Kalau mau disiram tentu bukan perkara yang mudah. Saat ini hanya bertahan saja, kalau ada buahnya kami panen, kalau habis ya berhenti dulu,” sambung Edison.
Baca Juga:
GAPKI Desak Pembentukan Badan Sawit Nasional di Bawah Pemerintahan Prabowo
Senada disampaikan Bambang Susanto (49) petani lainnya, penurunan hasil panen kelapa sawit juga tidak diimbangi dengan harga jual ditingkat pengepul. Per kilogram TBS masih dibawah Rp2000.
“Meski ada edaran Gubernur Bengkulu harganya diatas Rp2000, tapi realisasi di lapangan tidak seperti itu. Harga tetap di posisi Rp1700 per kilogram kalau jual ke pengepul,” katanya.
Sementara, jika harus jual ke pabrik langsung, Bambang menyebut petani terkendala alat angkut. Karena tidak seluruh petani sawit punya mobil pikap ataupun motor roda tiga.
Baca Juga:
Harga CPO Naik Signifikan, Dorong Pertumbuhan Ekspor Indonesia
Perlu diketahui oleh petani, musim trek kelapa sawit dipengaruhi oleh dua faktor utama.
Pertama memang dipengaruhi oleh siklus musim berbuah kelapa sawit. Biasanya musim trek ini terjadi dua tahun sekali. Namun tidak terlalu parah, biasanya penyusutan hasil panen kisaran 20 persen hingga 30 persen saja.
Faktor kedua karena kemarau, nah untuk trek yang disebabkan kemarau ini dampaknya tergantung kondisi cuaca.