Riau. WahanaNews.co, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah melaporkan bahwa deforestasi di Indonesia mencapai 104 ribu hektare selama periode 2021-2022.
Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana hasil hutan dimanfaatkan dan apakah prinsip-prinsip keberlanjutan diterapkan.
Baca Juga:
Pemkab Tangerang Dukung Pengembangan Budidaya Hidroponik untuk Ketahanan Pangan Daerah
Meskipun hutan merupakan sumber oksigen dan habitat satwa liar, di sisi lain, hutan juga menjadi komoditas yang menjanjikan.
Prof. Dr. Ir. Tibertius Agus Prayitno, M.For., seorang Guru Besar di bidang Teknologi Hasil Hutan di Fakultas Kehutanan UGM, menyoroti adanya dua parameter yang harus diimbangi.
"Jika sebelumnya luas hutan adalah sekitar 170-180 hektare, setelah pemanfaatan tinggal 100 hektare. Ini adalah penurunan yang signifikan. Volume produksi dari hutan-hutan juga menurun. Dalam pengelolaan hutan, perlu dipertimbangkan bagaimana kita menjaga hutan sambil memenuhi kebutuhan industri. Setiap kebijakan pengelolaan hutan harus memperhatikan bahwa 60% dari aspek tersebut berkaitan dengan pohon. Jika ada kebijakan yang tidak memenuhi prinsip ini, maka perlu dipertanyakan,"
Baca Juga:
Kasus TPPU Duta Palma, Kejagung Kembali Sita Rp372 Miliar
ujarnya dalam Seminar Nasional dengan tema "Pengelolaan Hutan untuk Kelestarian Hutan" pada tanggal 19 Oktober.
Kebijakan memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan arah pengelolaan hutan, baik dalam konteks pelestarian hutan maupun hasil hutan.
Menurut Prayitno, produk-produk yang dihasilkan dari hutan harus mempertimbangkan aspek parameter pelayanan.
Aspek ini menilai sejauh mana produk berbahan kayu dapat digunakan dalam jangka waktu yang panjang.
Dalam hal ini, pemilihan jenis kayu untuk produksi harus disesuaikan dengan jenis produk yang akan dibuat.
Sebagai contoh, jika kayu tersebut mampu memberikan pelayanan lebih lama daripada penggunaannya, maka parameter pelayanan ini menjadi sangat penting.
Dengan demikian, pengelolaan hutan harus dihubungkan dengan pengolahan hasil hutan, termasuk penyesuaian kualitas hasil hutan untuk penggunaan dalam konstruksi dan non konstruksi, serta mempertimbangkan aspek parameter pelayanan.
Pelestarian hutan juga dipengaruhi secara langsung oleh tindakan pembukaan lahan yang tidak bertanggung jawab.
Meskipun produksi hasil hutan banyak dilakukan di hutan produksi, upaya reboisasi atau penanaman kembali masih minim. Dr. Muhammad Zainal Arifin, S.Hut., M.Si., yang merupakan Direktur Konservasi, Tanah, dan Air di Ditjen PDASRH-KLHK, mengungkapkan bahwa kebijakan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2020 Tentang Rehabilitasi dan Reklamasi belum mampu mencakup seluruh proses pengelolaan hutan, terutama dalam konteks reklamasi.
“Ini di PP 26 Tahun 2020, turunan undang-undang, bahwa reklamasi itu perencanaannya harus ada rencana umum reklamasi, dan rencana tahunan reklamasi, yang dinilai oleh Kementerian Kehutanan. Ini satu hal yang belum banyak orang yang tahu. Padahal ini penting, karena reklamasi hutan adalah persetujuan untuk penggunaan kawasan hutan. Artinya, hutan yang dengan sengaja kita rusak untuk mengambil sumber daya hutan,” ucap Zainal.
Ia menambahkan, kebijakan saat ini belum mengatur soal penanaman kembali hutan pada kawasan reklamasi. Setelah reklamasi selesai, umumnya kawasan tersebut akan dijadikan waduk untuk menghilangkan senyawa tambang.
Zainal juga menyebutkan bahwa upaya penanaman kembali hutan seringkali menghadapi berbagai kendala.
Kendala-kendala tersebut meliputi potensi konflik kepemilikan lahan, kelangsungan tanaman setelah serah terima kegiatan rehabilitasi, tingkat transparansi dan akuntabilitas dalam Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL), serta kurangnya ketepatan dalam penetapan sasaran.
Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, diperlukan pendekatan pengelolaan yang lebih komprehensif.
Pendekatan ini tidak hanya melibatkan analisis dari tahap pra-rehabilitasi hingga pasca-rehabilitasi, tetapi juga mempertimbangkan aspek lain seperti peran masyarakat, aspek budaya, dan pengelolaan sumber daya secara keseluruhan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]