Sementara itu, Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono menuturkan, Gapki optimistis produksi minyak sawit RI akan terjaga.
Hal itu salah satunya diupayakan dengan mendorong para pengusaha perkebunan sawit besar melakukan peremajaan tanaman (replanting).
Baca Juga:
Lahan Sawit Ilegal 3,5 Juta Hektare, DPR Siapkan Solusi Pemutihan
Peremajaan itu menjadi penting karena produksi CPO dan minyak kernel (palm kernel oil/PKO) dalam negeri menunjukkan tren penurunan.
Merujuk data Gapki, produksi CPO dan PKO Indonesia pada 2019 masih 51,82 juta ton. Pada 2020, turun menjadi 51,58 juta ton dan merosot lagi ke 51,3 juta ton pada 2021. Sepanjang tahun lalu, produksi kedua produk itu 51,24 juta ton. Gapki senantiasa mengimbau pengusaha sawit dalam Gapki meremajakan tanaman tua.
“Kami selalu menginformasikan ke mereka mengenai upaya-upaya meningkatkan produktivitas,” ujar Mukti.
Baca Juga:
Syarat Masalah, Aktivis Lingkungan Minta Eropa Tidak Membeli CPO dari PMKS PT. MSB II Namo Buaya
Peremajaan di perkebunan besar idealnya dilakukan 4-5% dari total tanaman yang ada. Langkah itu harus menggunakan kloning bibit unggul agar produktivitasnya lebih baik dari tanaman yang sudah ada.
“Perusahaan besar sendiri, mengingatkan replanting itu otomatis kok. Tidak diingatkan pun, perkebunan besar mesti (peremajaan). Karena mereka enggak mau produksinya ke depan turun. Kalau tanaman masuk usia tua ya diremajakan,” tegas Mukti.
Sebenarnya, penurunan produksi sawit tak melulu karena tanaman yang tua dan tidak produktif, tapi juga ada peran iklim dan kemampuan finansial untuk peremajaan tanaman.