Riau.WahanaNews.co - Pemerintah daerah Riau dinilai telah mengembangkan sektor pertanian, khususnya sub sektor perkebunan sebagai salah satu alternatif pembangunan ekonomi pedesaan.
Komoditi yang dikembangkan adalah kelapa sawit sebagai komoditi utama. Ada beberapa alasan kenapa Pemerintah Daerah Riau mengutamakan kelapa sawit.
Baca Juga:
GAPKI Desak Pembentukan Badan Sawit Nasional di Bawah Pemerintahan Prabowo
Pertama, dari segi fisik dan lingkungan keadaan daerah Riau memungkinkan bagi pengembangan perkebunan kelapa sawit.
Kedua, kondisi tanah yang memungkinkan untuk ditanami kelapa sawit menghasilkan produksi lebih tinggi dibandingkan daerah lain.
Ketiga, dari segi pemasaran hasil produksi daerah Riau mempunyai keuntungan, karena letaknya yang strategis dengan pasar internasional yaitu Singapura.
Baca Juga:
Harga CPO Naik Signifikan, Dorong Pertumbuhan Ekspor Indonesia
Keempat, daerah Riau merupakan daerah pengembangan Indonesia Bagian Barat dengan dibukanya kerjasama Indonesia Malaysia Singapore Growth Triangle (IMS-GT) dan Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle (IMT-GT), berarti terbuka peluang pasar yang lebih menguntungkan.
Dan kelima, berdasarkan hasil yang telah dicapai menunjukkan bahwa kelapa sawit memberikan pendapatan yang lebih tinggi kepada petani dibandingkan dengan jenis tanaman perkebunan lainnya (Almasdi Syahza, 2002).
Pembangunan perkebunan kelapa sawit di daerah Riau membawa perubahan besar terhadap keadaan masyarakat pedesaan, khususnya masyarakat pendatang (transmigrasi), karena program pembangunan perkebunan kelapa sawit pada awalnya dikaitkan dengan program transmigrasi.
Di samping itu, dengan berkembangnya perkebunan kelapa sawit juga merangsang tumbuhnya industri pengolahan yang bahan bakunya dari kelapa sawit. Kondisi ini pun menyebabkan tingginya mobilitas penduduk di daerah Riau terutama di daerah pengembangan perkebunan kelapa sawit.
Pengembangan perkebunan di pedesaan telah membuka peluang kerja bagi masyarakat yang mampu untuk menerima peluang tersebut.
Dengan adanya perusahaan perkebunan, mata pencaharian masyarakat tempatan tidak lagi terbatas pada sektor primer dalam memenuhi kebutuhan keluarganya, tetapi telah memperluas ruang gerak usahanya pada sektor tertier.
Bermacam sumber pendapatan yang memberikan andil yaitu pedagang (dagang barang-barang harian, dagang karet, tiket angkutan dan penjual es), pegawai (guru, pemerintahan desa), industri rumah tangga (industri tahu, roti, dan percetakan genteng), buruh kasar, nelayan, pencari kayu di hutan dan tukang kayu.
Hasil penelitin pun menunjukkan indek pertumbuhan kesejahteraan (IPK) petani kelapa sawit di Riau pada tahun 1995 hanya sebesar 49 yang berarti tingkat pertumbuhan kesejahteraan hanya meningkat sebesar 49 persen.
Pada awal krisis tahun 1998 terjadi penurunan indeks kesejahteraan sebesar 109 %. Penurunan ini disebabkan kondisi ekonomi nasional pada waktu itu tidak menguntungkan, harga barang melonjak naik, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika menurun.
Namun, untuk tingkat golongan 80 persen berpendapatan rendah mengalami peningkatan. Yang paling besar adalah golongan 20 % terendah. Ini disebabkan karena ketergantungan mereka terhadap produk luar (barang sektor modern sangat rendah). Mereka lebih banyak memakai barang sektor tradisional atau produksi lokal.
Setelah ekonomi pulih kembali pada tahun 2003 indeks pertumbuhan kesejahteraan petani kelapa sawit meningkat lagi menjadi 1,72. Berarti pertumbuhan kesejahteraan petani kelapa sawit mengalami kemajuan sebesar 172 persen.
Pertumbuhan ini hanya dinikmati oleh kelompok petani yang berpenghasilan 40 persen tertinggi sebesar 328 persen, sedangkan kelompok petani 60 persen terendah justru mengalami penurunan kesejahteraan sebesar 156 persen.
Pembangunan dan perkembangan komoditas kelapa sawit di daerah Riau semakin dirasakan oleh petani, khususnya di daerah pedesaan. Ini dibuktikan dengan meningkatnya IPK petani kelapa sawit sebesar 68, yang berarti kesejahteraan petani kelapa sawit di pedesaan meningkat sebesar 68% dari sebelumnya.
Tentu saja, peningkatan kesejahteraan ini bukan saja dirasakan oleh petani kelapa sawit, namun juga berpengaruh tehadap multiplier effect ekonomi di pedesaan.
Hasil penelitian Almasdi Syahza (2006) menunjukkan, aktivitas pembangunan perkebunan kelapa sawit memberikan pengaruh eksternal yang bersifat positif atau bermanfaat bagi wilayah sekitarnya.
Manfaat kegiatan perkebunan ini terhadap aspek ekonomi pedesaan, antara lain: 1) Memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha; 2) Peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar; dan 3) Memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah.
Beberapa kegiatan yang secara langsung memberikan dampak terhadap komponen ekonomi pedesaan dan budaya masyarakat sekitar, antara lain: 1) Kegiatan pembangunan sumberdaya masyarakat desa; 2) Pembangunan sarana prasarana yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat, terutama sarana jalan darat; 3) Penyerapan tenaga kerja lokal; 4) Penyuluhan pertanian, kesehatan dan pendidikan; dan 5) Pembayaran kewajiban perusahaan terhadap negara (pajak-pajak dan biaya kompensasi lain).
Artikel ini bersumber dari www.bunghatta.ac.id.
[Redaktur: Mega Puspita]