"Meskipun hanya mencakup sekitar 6 persen dari permukaan bumi, lahan basah mendukung 40 persen dari total spesies tanaman dan hewan, menempatkannya sebagai tempat keanekaragaman hayati yang penting. Keberagaman hayati ini memiliki dampak signifikan pada kesehatan, pasokan makanan, pariwisata, dan lapangan pekerjaan," ungkapnya lagi.
Bahkan, katanya, lebih dari satu miliar orang di seluruh dunia bergantung pada lahan basah untuk mata pencaharian manusia, mencakup sekitar satu dari delapan orang di Bumi.
Baca Juga:
KPU Tetapkan 580 Anggota DPR Terpilih: 8 Caleg Diganti, Ada yang Terjerat Kasus Pidana
"Sayangnya, lahan basah menghadapi tantangan serius, termasuk tingkat penurunan, kehilangan, dan degradasi yang tinggi. Indikator tren negatif dalam keanekaragaman hayati global dan fungsi ekosistem diperkirakan akan terus berlanjut, dipicu oleh pertumbuhan populasi manusia, produksi dan konsumsi yang tidak berkelanjutan, perkembangan teknologi, serta dampak perubahan iklim," jelasnya.
Perubahan paradigma diperlukan untuk menghargai dan memprioritaskan lahan basah. Sebab, lahan basah adalah sumber penghidupan, pekerjaan, pendapatan, dan ekosistem yang krusial.
"Hal ini perlu dilakukan demi mengatasi lingkaran setan kehilangan lahan basah, ancaman terhadap mata pencaharian, dan kemiskinan yang semakin dalam," katanya lagi.
Baca Juga:
KPU Sahkan 580 Caleg Terpilih, 8 Caleg Diganti
Dan, persoalan lahan basah ini juga, Dewi Juliani membawa sinergi yang luar biasa untuk kemakmuran para petani Indonesia, mewujudkan impian bersama untuk masa depan yang lebih baik.
"Semuanya sesuai dengan misi saya yang tidak hanya sebatas mengangkat kondisi ekonomi petani, tetapi juga bertujuan membawa mereka menuju tingkat kesejahteraan yang lebih baik," pungkas Dewi Juliani.
[Redaktur: Mega Puspita]