Riau.WahanaNews.co - World Wetlands Day atau Hari Lahan Basah Sedunia merupakan hari internasional yang berlangsung pada tanggal 2 Februari setiap tahunnya. Lahan basah merupakan salah satu unsur lingkungan penting yang perlu dilindungi.
Dan sejalan dengan itu Ketua Gerakan Nelayan dan Tani Indonesia (GNTI) wilayah Provinsi Riau, Dewi Juliani mengungkapkan betapa pentingnya menjaga kelestarian lahan basah tersebut.
Baca Juga:
KPU Tetapkan 580 Anggota DPR Terpilih: 8 Caleg Diganti, Ada yang Terjerat Kasus Pidana
"Pada Hari Lahan Basah Sedunia, mari bersama-sama meningkatkan kesadaran akan pentingnya lahan basah sebagai penyangga alam dan habitat beragam spesies," ujar Dewi Juliani, dikutip Sabtu (3/2/2024).
Menurutnya, setiap makhluk hidup berkaitan erat dengan lingkungannya. Oleh sebab itu, kepedulian terhadap lingkungan termasuk kepada lahan basah merupakan sikap yang perlu dilestarikan.
Dan berkenaan dengan hal tersebut, bahwa lahan basah merujuk pada ekosistem di mana air menjadi faktor kunci yang mengontrol lingkungan serta kehidupan tanaman dan hewan terkait.
Baca Juga:
KPU Sahkan 580 Caleg Terpilih, 8 Caleg Diganti
"Definisi luas lahan basah mencakup berbagai ekosistem, seperti air tawar dan laut, dan area pesisir seperti danau, sungai, akuifer bawah tanah, rawa, padang rumput basah, lahan gambut, oasis, muara, delta, dataran pasang surut, hutan bakau, terumbu karang, serta lokasi buatan manusia seperti tambak, sawah, waduk, dan tambak garam," terang Dewi Juliani kembali.
Menurut wanita yang juga merupakan Caleg DPR RI dari partai PDI Perjuangan ini, keberadaan lahan basah memiliki nilai intrinsik dan memberikan manfaat dan jasa yang penting dalam berbagai aspek, termasuk lingkungan, iklim, ekologi, sosial, ekonomi, ilmu pengetahuan, pendidikan, budaya, rekreasi, dan estetika.
Lahan basah, menurutnya, juga berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan manusia.
"Meskipun hanya mencakup sekitar 6 persen dari permukaan bumi, lahan basah mendukung 40 persen dari total spesies tanaman dan hewan, menempatkannya sebagai tempat keanekaragaman hayati yang penting. Keberagaman hayati ini memiliki dampak signifikan pada kesehatan, pasokan makanan, pariwisata, dan lapangan pekerjaan," ungkapnya lagi.
Bahkan, katanya, lebih dari satu miliar orang di seluruh dunia bergantung pada lahan basah untuk mata pencaharian manusia, mencakup sekitar satu dari delapan orang di Bumi.
"Sayangnya, lahan basah menghadapi tantangan serius, termasuk tingkat penurunan, kehilangan, dan degradasi yang tinggi. Indikator tren negatif dalam keanekaragaman hayati global dan fungsi ekosistem diperkirakan akan terus berlanjut, dipicu oleh pertumbuhan populasi manusia, produksi dan konsumsi yang tidak berkelanjutan, perkembangan teknologi, serta dampak perubahan iklim," jelasnya.
Perubahan paradigma diperlukan untuk menghargai dan memprioritaskan lahan basah. Sebab, lahan basah adalah sumber penghidupan, pekerjaan, pendapatan, dan ekosistem yang krusial.
"Hal ini perlu dilakukan demi mengatasi lingkaran setan kehilangan lahan basah, ancaman terhadap mata pencaharian, dan kemiskinan yang semakin dalam," katanya lagi.
Dan, persoalan lahan basah ini juga, Dewi Juliani membawa sinergi yang luar biasa untuk kemakmuran para petani Indonesia, mewujudkan impian bersama untuk masa depan yang lebih baik.
"Semuanya sesuai dengan misi saya yang tidak hanya sebatas mengangkat kondisi ekonomi petani, tetapi juga bertujuan membawa mereka menuju tingkat kesejahteraan yang lebih baik," pungkas Dewi Juliani.
[Redaktur: Mega Puspita]