RIAU.WAHANANEWS.CO, JAKARTA — Gerakan Mahasiswa Anti Korupsi Indonesia (GARMASI) Riau–Jakarta menggelar aksi demonstrasi di depan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) dan Kejaksaan Agung RI, Kamis (4/7/2025). Aksi ini digelar sebagai bentuk desakan atas lambannya penanganan dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif DPRD Riau tahun anggaran 2020–2021, yang ditaksir merugikan negara hingga Rp195,9 miliar.
Dalam orasinya, massa GARMASI menilai aparat penegak hukum belum menunjukkan ketegasan dalam mengusut kasus ini. Mereka menilai keterlambatan tersebut justru memberi ruang bagi para pelaku untuk menikmati hasil korupsi secara leluasa. Dengan modus Sistematis, Kerugian Capai Ratusan Miliar.
Baca Juga:
GARMASI Laporkan Dugaan Penguasaan Ilegal Kawasan Hutan di Rokan Hilir
Menurut GARMASI, modus operandi dalam kasus ini dilakukan secara sistematis. Ribuan dokumen fiktif berupa tiket pesawat dan bukti pemesanan hotel diduga direkayasa untuk dicairkan selama dua tahun anggaran.
Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Riau mencatat kerugian negara mencapai Rp195.999.134.067. Sejauh ini, kasus tersebut menjadi salah satu skandal dugaan korupsi terbesar di lingkungan legislatif daerah.
Meski gelar perkara telah dilakukan di Mabes Polri pada 17 Juni 2025, belum ada satu pun tersangka yang diumumkan. Padahal, aparat telah menyita uang tunai lebih dari Rp19 miliar serta sejumlah aset mewah seperti apartemen, kendaraan, homestay, rumah pribadi, hingga barang-barang bermerek.
Baca Juga:
GARMASI Desak Gubernur Riau Copot Dirut RSJ Tampan Terkait Dugaan Kelalaian dalam Kematian Pasien
Dalam aksinya, GARMASI menyoroti tiga nama yang diduga kuat menerima aliran dana berdasarkan audit BPKP, yakni: Yulisman, mantan Ketua DPRD Riau yang kini duduk sebagai anggota DPR RI (diduga menerima Rp32,9 miliar), Agung Nugroho, mantan Wakil Ketua DPRD Riau yang kini menjabat Wali Kota Pekanbaru (diduga menerima Rp28,9 miliar), Muflihun, mantan Sekretaris DPRD Riau (diduga menerima Rp11,2 miliar).
“Bagaimana mungkin negara masih memberi ruang jabatan kepada mereka yang namanya tercantum dalam audit dugaan korupsi? Ini penghinaan terhadap keadilan dan bentuk pengkhianatan terhadap rakyat,” teriak salah satu orator aksi.
GARMASI menyampaikan delapan tuntutan kepada aparat penegak hukum:
1. Segera tetapkan tersangka dalam kasus SPPD fiktif DPRD Riau.
2. Tangkap dan adili Yulisman, Agung Nugroho, Muflihun, dan pihak lain yang tercantum dalam audit BPKP.
3. Alihkan penanganan kasus ke Bareskrim Mabes Polri jika terdapat indikasi konflik kepentingan di Polda Riau.
4. Sita seluruh aset hasil korupsi tanpa kompromi.
5. Publikasikan hasil gelar perkara, SPDP, dan daftar pemeriksaan ke publik.
6. Hentikan perlindungan terhadap politisi korup atas dasar jabatan.
7. Tolak pendekatan restorative justice dalam kasus ini karena tergolong kejahatan sistemik.
8. Libatkan KPK atau bentuk Tim Gabungan Penindakan Khusus jika Mabes Polri dianggap tidak mampu menangani.
Koordinator Lapangan GARMASI Riau–Jakarta, Yazid Bustomi, menegaskan bahwa kasus ini bukan persoalan sepele. “Ini skandal besar! Uang rakyat dijarah, pejabat berpesta, dan hukum diam. Jika Mabes Polri masih ragu menetapkan tersangka setelah audit resmi keluar, rakyat berhak bertanya: siapa yang sebenarnya kalian lindungi?”
Sementara itu, Ketua Umum GARMASI Indonesia, Mulyadi, menyatakan pihaknya akan terus menekan aparat penegak hukum agar menuntaskan perkara ini. “Sudah cukup rakyat menjadi korban kebobrokan elite politik daerah. Kami tidak akan berhenti menekan Mabes Polri, Kejagung, hingga KPK. Jangan biarkan koruptor naik jabatan. Jika hukum tak ditegakkan, maka rakyat yang akan turun tangan.”
GARMASI menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Mereka juga mengancam akan menggelar aksi nasional yang lebih besar dan masif jika penegakan hukum tetap mandek. “Kami tidak sedang main-main. Ini soal uang rakyat. Ini soal keadilan. Dan kami tidak akan diam,” tegas Mulyadi.
Redaktur: Sah Siandi Lubis