WahanaNews-Riau I Walaupun KPK sudah menetapkan dan menahan Bupati Kuansing Andi Putra sebagai tersangka seusai terjaring operasi tangkap tangan (OTT), Senin (18/10/2021), dia masih tetap harus bersaksi di pengadilan untuk kasus dugaan korupsi lainnya yang ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuansing.
Selain Andi Putra, KPK juga menetapkan General Manager PT Adimulia Agrolestari (AA) bernama Sudarso sebagai tersangka.
Baca Juga:
Sahbirin Noor Menang Praperadilan, KPK Tetap Berlakukan Larangan Keluar Negeri
Ia diduga menerima hadiah atau janji terkait dengan pengurusan perpanjangan perizinan Hak Guna Usaha (HGU) kebun sawit perusahaan.
Andi Putra dibawa tim KPK dari Kota Pekanbaru ke Jakarta, pada Rabu kemarin. Ia berangkat dari bandara internasional Sultan Syarif Kasim II, sekitar pukul 15.00 WIB.
Untuk diketahui, nama Andi Putra juga masuk dalam daftar saksi untuk perkara dugaan korupsi lainnya yang ditangani Korps Adhyaksa Kuansing.
Baca Juga:
Setelah Kalah Lawan Paman Birin, Pegawai KPK Pertanyakan Integritas dan Kepemimpinan
Bahkan ia sudah dijadwalkan untuk memberikan keterangan dalam sidang dugaan rasuah 6 Kegiatan Setdakab Kuansing, bertempat di Pengadilan Tipikor Pada PN Pekanbaru, Selasa (19/10/2021).
Dalam perkara ini, yang duduk sebagai pesakitan adalah Mursini, mantan Bupati di Kabupaten Kuansing.
Namun ia keburu dicokok oleh KPK, sebelum sempat bersaksi di persidangan.
Kepala Kejari (Kajari) Kuansing, Hadiman menuturkan, meski Andi Putra berstatus tersangka dan ditahan KPK, untuk perkara korupsi lain yang membutuhkan keterangan Andi Putra sebagai saksi.
"Tetap lanjut, dan kami sudah berkoordinasi dengan pihak KPK," kata Hadiman, Kamis (21/10/2021) pagi.
Menurut Kajari 'Pemburu Koruptor' itu, KPK sudah memberi sinyal akan membantu pihaknya terkait hal tersebut.
"Pihak KPK siap memfasilitasinya," ucap Hadiman.
KPK memberikan penjelasan lengkap terkait operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Kuansing, Provinsi Riau, pada Senin (18/10/2021) kemarin.
KPK dalam hal ini mengamankan 8 orang. Diantaranya Andi Putra, Bupati Kuantan Singingi periode 2021 s/d 2026, Hendri Kurniadi, Ajudan Bupati, Andri Meiriki, Staf bagian umum persuratan Bupati.
Lalu Deli Iswanto, Supir Bupati, Sudarso, General Manager PT AA (Adimulia Agrolestari), Paino, Senior Manager PT AA, Yuda, Supir PT AA (Adimulia Agrolestari) dan Juang, Supir.
KPK awalnya menerima informasi dari masyarakat bahwa Bupati Kuantan Sengingi dan/atau yang mewakilinya akan menerima janji/hadiah berupa uang terkait permohonan atau perpanjangan Hak Guna Usaha dari perusahaan swasta.
Dari hasil penyelidikan diketahui bahwa PT AA sedang mengurus perpanjangan sertifikat HGU yang mana dalam prosesnya perlu menyertakan surat persetujuan dari Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi.
Pada tanggal 18 Oktober 2021, sekitar jam 11.00 WIB, tim KPK mendapatkan informasi bahwa Sudarso selaku General Manager PT AA dan Paino, Senior Manager PT AA yang diduga telah membawa uang untuk diserahkan kepada Andi Putra, Bupati Kuantan Singingi.
Mereka masuk ke rumah pribadi AP di Kuansing
Sekitar 15 menit kemudian Sudarso dan Paino keluar dari Rumah Pribadi Andi Putra.
Setelah itu beberapa saat kemudian tim KPK segera mengamankan Sudarso, Paino, Yuda dan Juang di Kuansing.
Setelah memastikan telah ada penyerahan uang kepada Bupati, beberapa saat kemudian tim KPK berupaya turut pula mengamankan Andi Putra, namun tidak ditemukan, sehingga tim KPK melakukan pencarian.
Diperoleh Informasi Andi Putra berada di Pekanbaru, sehingga tim KPK selanjutnya mendatangi rumah pribadi Andi Putra di Pekanbaru, namun dia tidak berada di tempat.
Sehingga tim KPK meminta pihak keluarga Andi Putra untuk menghubungi yang bersangkutan agar kooperatif datang menemui tim KPK yang berada di Polda Riau.
Setelah itu sekitar pukul 22.45 WIB, Andi Putra, Hendri Kurniadi, Andri Meiriki, Deli Iswanto, mendatangi Polda Riau dan selanjutnya tim KPK meminta keterangan kepada pihak-pihak dimaksud.
Dalam kegiatan tangkap tangan ini KPK menemukan bukti petunjuk penyerahan uang Rp500 juta, uang tunai dalam bentu rupiah dengan jumlah total Rp80,9 juta, mata uang asing sekitar SGD1.680 dan serta HP Iphone XR.
Setelah dilakukannya pengumpulan informasi dan berbagai bahan keterangan terkait dugaan tindak pidana korupsi dimaksud, KPK kemudian melakukan penyelidikan sehingga ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup.
Selanjutnya KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan 2 tersangka.
Mereka yakni Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi periode 2021 s/d 2026, dan Sudarso, General Manager PT AA (Adimulia Agrolestari).
Dijelaskan Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar menuturkan, adapun konstruksi perkara, diduga telah terjadi untuk keberlangsungan kegiatan usaha dari PT AA (Adimulia Agrolestari) yang sedang mengajukan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) yang dimulai pada tahun 2019 dan akan berakhir ditahun 2024, dimana salah satu persyaratan untuk kembali memperpanjang HGU dimaksud adalah dengan membangun kebun kemitraan minimal 20 % dari HGU yang diajukan.
Lokasi kebun kemitraan 20 % milik PT AA yang dipersyaratkan tersebut, terletak di Kabupaten Kampar dimana seharusnya berada di Kabupaten Kuantan Singingi.
"Agar persyaratan ini dapat terpenuhi, SDR (Sudarso, red) kemudian mengajukan surat permohonan ke AP (Andi Putra, red) selaku Bupati Kuantan Singingi dan meminta supaya kebun kemitraan PT AA di Kampar di setujui menjadi kebun kemitraan," sebut Lili, saat konferensi pers, Selasa malam.
Selanjutnya, dilakukan pertemuan antara Sudarso dan Andi Putra. Dalam pertemuan tersebut, Andi Putra, menyampaikan bahwa kebiasaan dalam mengurus surat persetujuan dan pernyataan tidak keberatan atas 20 % Kredit Koperasi Prima Anggota (KKPA) untuk perpanjangan HGU yang seharusnya di bangun di Kabupaten Kuantan Singingi dibutuhan minimal uang Rp2 Miliar.
"Diduga telah terjadi kesepakatan antara AP dengan SDR terkait adanya pemberian uang dengan jumlah tersebut," ungkap Lili.
Sebagai tanda kesepakatan, sekitar bulan September 2021, diduga telah dilakukan pemberian pertama oleh Sudarso kepada Andi Putra uang sebesar Rp500 juta.
Berikutnya pada 18 Oktober 2021, Sudarso diduga kembali menyerahkan kesanggupannya tersebut kepada Andi Putra dengan menyerahkan uang sekitar Rp200 juta.
Atas perbuatannya tersebut, para tersangka disangkakan melanggar pasal tindak pidana korupsi.
Tersangka Sudarso selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara tersangka Andi Putra selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Untuk keperluan proses penyidikan, Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan kepada para tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 19 Oktober 2021 sampai dengan 7 November 2021 di Rutan KPK," papar Wakil Ketua KPK, Lili.
Tersangka Sudarso, ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur. Sementara Andi Putra, ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK.
"Akan dilakukan tindakan antisipasi penyebaran Covid-19 dilingkungan Rutan KPK dengan dilakukannya isolasi mandiri untuk kedua tersangka tersebut di Rutan tempat penahanan masing-masing," jelas Lili.
Ia mengungkapkan, KPK berterima kasih atas dukungan masyarakat, pihak Kepolisian Daerah Riau yang memberikan dukungan serta membantu kelancaran rangkaian kegiatan tangkap tangan ini.
Menurutnya, KPK tidak pernah bosan mengingatkan kepada para penyelenggara negara yang menerima amanat dari rakyat untuk selalu melakukan tugas dengan penuh integritas demi kepentingan masyarakat.
"Terkait dengan perkara ini, kami juga menyampaikan bawah kepala daerah memiliki tanggung jawab untuk mendukung pemerintah bersama KPK yang ingin memperbaiki tata kelola perkebunan sawit sehingga menutup celah korupsi, mengoptimalkan potensi penerimaan pajak dan mengefektifkan penegakan hukum di bidang sumber daya alam," pungkasnya. (tum)