WahanaNews-Riau | Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan kebutuhan listrik Indonesia pada 2060 mencapai 1.942 terawatt jam (TWh). Adapun dari kebutuhan listrik tersebut, 100% diupayakan dari pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT).
Direktur Aneka EBT, Kementerian ESDM Andriah Feby Misna menyebut EBT memaparkan seluruh demand listrik pada tahun 2060 akan disuplai dari pembangkit EBT. Dengan rincian energi terbarukan sebesar 96%, sementara energi baru seperti PLTN sebesar 4% dengan total kapasitas 708 Giga Watt (GW).
Baca Juga:
PLN Olah 3,4 Juta Ton FABA Jadi Berbagai Bahan Pendukung Infrastruktur Masyarakat Sepanjang 2024
"Dari sisi pembangkit untuk net zero emission 2060 diharapkan bisa mendorong pengembangan pembangkit EBT di 708 GW. Ini upaya besar dan ada berbagai teknologi yang ada didorong untuk hidrogen, baterai juga kami upayakan," ujar dia dalam virtual media briefing Indonesia Sustainable Energy Week, Kamis (6/10/2022).
Adapun guna mendukung net zero emission di 2060 terealisasi, pemerintah telah menerbitkan aturan mengenai percepatan pengembangan energi terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 tahun 2022.
"Umumnya terdiri dari tujuh bab, di dalamnya diatur transisi energi dan waktu operasi dari PLTU kemudian juga terkait harga pembelian listrik, jual beli listrik," kata dia.
Baca Juga:
PLN dan BI Ubah Limbah Jadi Listrik, Uang Rusak Jadi Energi Hijau
Sejatinya, inti dari Peraturan Presiden (Perpres) yang ditunggu oleh investor EBT ini adalah persoalan mengenai tarif listrik EBT yang akan dijual ke PT PLN (Persero). Adapun inti dari aturan itu berada pada Bab II, terkait dengan Harga Pembelian Tenaga Listrik.
Berikut Daftar Harga Pembelian Tenaga Listrik Energi Terbarukan:
PLTA yang memanfaatkan tenaga dari Aliran/terjunan air