“Jenis virus ini memang biasanya bisa menyerang gajah dengan umur di bawah 12 tahun. Virus ini ketika menjangkiti, gajah tidak menunjukkan indikasi sakit. Virus ini biasanya ketika menjangkiti, antara 24 dan 48 jam kalau gajah itu tidak memiliki imun yang baik, 70 persen menyebabkan kematian,” pungkas Genman.
Diketahui, gajah Damar dilahirkan oleh indukan bernama Ngatini. Ngatini merupakan gajah liar yang berkonflik lantaran habitatnya terusik sekitar September 2007. Lalu, dia dipindahkan ke PLG Minas dan akhirnya ke TWA Buluh Cina. Disitulah dia berhasil berkembang biak meskipun tidak berada di habitat aslinya.
Baca Juga:
Antusiasme Masyarakat Menggala 5 Sambut dan Dukung Afrizal Sintong dan Sepenuhnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau, Boy Jerry Even Sembiring mengatakan, kematian gajah di unit konservasi taman wisata alam tak terlepas dari sejarah panjang hilangnya habitat satwa endemik Sumatra itu.
Menurut Boy, sejarah kehilangan habitat gajah di Riau pertama kali terjadi pada tahun 1992 akibat pembangunan PLTA Koto Panjang di Kabupaten Kampar. Ketika itu banyak gajah yang direlokasi ke habitat baru, misalnya Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil, Taman Nasional Tesso Nilo, Pusat Latihan Gajah (PLG) Minas, hingga TWA Buluh Cina.
Dengan demikian, gajah yang hidup di unit konservasi dinilai lebih rentan terserang virus. Itu lantaran gajah merupakan satwa yang memiliki daya jelajah tinggi di habitat aslinya.
Baca Juga:
Sat Narkoba Polres Rohil Amankan Narkoba di Penginapan Anggrek Bagan Sinembah
“Kalau misalnya kematian gajah karena kena virus itu berhubungan dengan rusaknya habitat mereka. Gajah yang terkena virus ya wajar saja karena mereka butuh beradaptasi panjang (di habitat baru) karena satwa yang (membutuhkan) daya jelajah tinggi,” katanya.
Berdasarkan sejumlah sumber, diketahui, EEHV pertama kali dideteksi menjangkiti gajah Afrika pada tahun 1970. Kemudian, kasus pertama pada gajah Asia menyerang mamalia darat besar tersebut di Kebun Binatang Washington, AS, pada tahun 1995.
Dugaan kasus EEHV pertama kali terjadi di Asia pada tahun 1997. Virus itu terdeteksi pertama kali pada tahun 2006 di Elephant Sanctuaru Cambodia. Selanjutnya, EEHV ditemukan di negara-negara lain seperti Thailand, India, Nepal, Myanmar, Kanada dan Inggris.