RIAU.WAHANANEWS.CO, Indragiri Hulu-
Keanehan mencolok terungkap saat awak media melakukan konfirmasi terkait pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SDN 003 Pasir Bongkal, Kecamatan Sungai Lala, Kabupaten Indragiri Hulu, provinsi Riau. Kepala Sekolah, Burniati Azmi, diduga memberikan keterangan yang tidak konsisten dan cenderung menghindari transparansi, khususnya terkait jumlah serta besaran honor tenaga honorer yang dibiayai dari Dana BOS.
Baca Juga:
Tumpukan TBS Sortiran Jadi Alarm Keras Manajemen PTPN: Di Mana Kendali Produksi dan Mutu?
Kejanggalan ini bermula ketika awak media melakukan kunjungan langsung ke SDN 003. Dalam kesempatan tersebut, Burniati Azmi dengan tegas menyampaikan bahwa hanya satu orang tenaga honorer yang menerima gaji dari Dana BOS pada tahun ini, Kamis (11/12/2025).
"Jumlah tenaga honor yang mendapatkan gaji dari Dana BOS tinggal satu orang di tahun 2025 ini, yaitu penjaga sekolah,” ujar Burniati Azmi kepada awak media.
Namun, keterangan tersebut justru menimbulkan tanda tanya. Pasalnya, informasi awal yang diperoleh awak media menyebutkan adanya lebih dari satu penerima honor yang bersumber dari Dana BOS.
Baca Juga:
Diduga Mark Up Dana BOS, Pengelolaan Honor di SDN 003 Pasir Bongkal Jadi Sorotan
Ketika dikonfirmasi ulang melalui sambungan telepon, Kepala Sekolah kembali memberikan jawaban serupa,
"Iya pak, jumlah tenaga honor kita cuma satu orang,” jawabnya singkat, Sabtu (13/12/2025).
Situasi berubah drastis setelah awak media memperlihatkan data resmi penyerapan Dana BOS tahun anggaran 2023, 2024, hingga 2025 tahap I. Data tersebut merupakan informasi terbuka yang bersumber dari sistem transparansi Dana BOS, program nasional yang diinisiasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam upaya pencegahan korupsi sektor pendidikan.
Setelah data tersebut ditunjukkan, Burniati Azmi akhirnya mengakui adanya tiga orang penerima honor yang digaji dari Dana BOS.
“Pak, data yang bapak berikan benar. Tetapi guru honor satu orang, penjaga satu orang, dan operator satu orang,” ungkapnya.
Perubahan keterangan ini menimbulkan dugaan kuat adanya informasi yang sebelumnya tidak disampaikan secara utuh kepada publik. Ketidaksinkronan pernyataan tersebut patut dipertanyakan, mengingat Dana BOS merupakan dana negara yang penggunaannya wajib transparan dan akuntabel.
Lebih disayangkan lagi, ketika awak media menanyakan besaran gaji honor yang diterima masing-masing tenaga honorer, Kepala Sekolah justru menolak memberikan penjelasan dan melempar tanggung jawab kepada pihak lain.
"Silakan bapak minta kepada yang memberi informasi tersebut,” pungkasnya.
Sikap tersebut dinilai tidak mencerminkan semangat keterbukaan informasi publik, terlebih kepala sekolah adalah pihak yang secara langsung bertanggung jawab atas pengelolaan Dana BOS di satuan pendidikan. Menghindari pertanyaan substantif dari media justru memperkuat dugaan adanya sesuatu yang ditutup-tutupi.
Perlu ditegaskan, data penyerapan Dana BOS yang digunakan awak media bukan informasi liar, melainkan data resmi yang dapat diakses publik sebagai bagian dari upaya pencegahan praktik korupsi di dunia pendidikan. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi pihak sekolah untuk bersikap defensif apalagi menghindar.
Publik berhak mengetahui berapa jumlah tenaga honorer yang digaji dari Dana BOS, berapa besar honor yang diterima masing-masing serta Apakah realisasi anggaran sesuai dengan data yang dilaporkan!.
Ketertutupan informasi dan pernyataan yang berubah-ubah bukan hanya mencederai prinsip transparansi, tetapi juga berpotensi menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan.
Hingga berita ini diterbitkan, Burniati Azmi belum memberikan klarifikasi lanjutan secara tertulis terkait perbedaan keterangan serta rincian honor Dana BOS yang dipertanyakan.
Awak media menegaskan akan terus melakukan penelusuran dan membuka ruang hak jawab sesuai Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, demi menjaga keberimbangan informasi dan kepentingan publik.
[Redaktur: Adi Riswanto]