Riau.WahanaNews.co - Pelaku usaha sawit meminta Kementerian ATR-BPN untuk membela produk hukumnya berupa Hak Guna Usaha (HGU) yang kini seolah-olah dibatalkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan dimasukkan ke dalam kawasan hutan.
Hal itu merespon rencana pemerintah yang akan memutihkan atau melegalkan 2,2 juta hektare perkebunan kelapa sawit yang selama ini berada di kawasan hutan.
Baca Juga:
KHLK: Industri Pelet Kayu Gorontalo Berpotensi Gantikan Batubara untuk Listrik
Ketua Umum Rumah Sawit Indonesia (RSI), Kacuk Sumarto mengatakan, Kementerian ATR-BPN harusnya bertanggungjawab terhadap putusan hukum yang sudah dikeluarkan. Kacuk merasa kecewa jika ATR-BPN justru merasa kerap dibentur-benturkan dengan KLHK.
“Yang pertama kali kepada Pak David Kristian dari ATR BPN [Ketua Koordinator Subdirektorat Penetapan Hak Guna Usaha Kementerian ATR/BPN], Pak Menteri, Dirjen dan seluruhnya jangan merasa dibentur-benturkan kepada KLHK. Kalau kami pelaku sawit itu, menyampaikan keluhan-keluhan kalau HGU Kami, sertifikat hak milik kami, dimasukkan ke dalam kawasan hutan,” ujar Kacuk dalam diskusi Nagara Institute: Menimbang Putusan Satuan Tugas Tata Kelola Industri Kelapa Sawit Hitam atau Putih, di Jakarta pekan lalu, dikutip Senin (9/10/2023).
Kacuk yang juga Komisaris PT Paya Pinang Group itu menilai, dengan direncanakannya pemutihan terhadap 2,2 juta hektar sawit yang memiliki HGU itu, seharusnya Kementerian ATR-BPN protes. Pasalnya, keluarnya HGU sendiri turut dibidani oleh KLHK serta pemerintah daerah.
Baca Juga:
Menteri ATR/BPN AHY Sebut Anggaran Tambahan 2024 untuk Program Kementerian
“Ini sebenarnya marwah dari kalian semua di ATR BPN yang sama sama lembaga negara dibatalkan, ini sama saja dilangkahi KLHK. Bagaimana anda punya produk hukum bernama HGU, dimana menurut UU Nomor 5 Tahun 1960 UUPA itu sudah ada panitia limanya, panitia B-nya. Disitu ada KLHK-nya juga,” jelas dia.
Artinya, Kementerian ATR-BPN produk hukumnya telah dibatalkan oleh KLHK tanpa lewat pengadilan.
“Anda jangan merasa dibenturkan, anda harus melawan. Ini bukan provokasi. Karena apa, kami bersama sama dengan ATR BPN, beberapa kali kami menggugat dan menang, bahwa HGU itu clean and clear,” tutur Kacuk.
Dia mencontohkan terkait hal tersebut, yaitu Putusan Mahkamah Agung Momor 03PHUM tahun 2013 itu menyatakan HGU inkrah bahwa HGU itu di luar kawasan hutan.
“Orang saksinya itu di depan saya Pak Sadino sendiri. Jadi jangan kecil hati, kalau kami datang, ‘wah Anda datang kemari mengadu domba, mengadu saya dengan KLHK’, itu pikiran yang keliru. Justru kami akan marah kalau Anda punya pikiran seperti itu. iyalah Anda harus bertanggungjawab karena mengeluarkan HGU dan anda harus bela,” ungkapnya.
Dari 3,3 juta hektar HGU di kawasan hutan, menurut data KLHK, hanya 237.000 hektar yang memiliki surat keputusan (SK) pelepasan kawasan hutan untuk sawit dan 913.000 hektar masih proses penetapan SK. Namun, 2,2 juta hektar belum memiliki SK dan belum berproses.
“Tidak bisa SK yang bersifat penunjukkan itu untuk membatalkan HGU dalam kawasan hutan. Pola pikir yang salah,” tegas Kacuk.
[Redaktur: Mega Puspita]