"Selain itu, reputasi Eropa akan ternoda oleh kebijakan yang didorong oleh keinginan melindungi produksi minyak nabatinya sendiri, di atas kerugian produsen Asia Tenggara," tutur Welsh lagi, merujuk pada tuduhan betapa regulasi Uni Eropa menguntungkan petani rapa dan bunga matahari di Eropa.
"Karena banyak perkebunan sawit di Indonesia yang dimiliki pengusaha Malaysia, pergeseran di Malaysia menuju pasar China juga akan berdampak di Indonesia", kata Kevin O'Rourke, analis di lembaga konsultan, Reformasi Information Services.
Baca Juga:
GAPKI Desak Pembentukan Badan Sawit Nasional di Bawah Pemerintahan Prabowo
Produksi minyak sawit di Malaysia turun 2,3 persen pada paruh pertama 2023, menurut laporan pemerintah. Keluhan serupa disuarakan perusahaan negara, FGV Holdings, yang mengaku kehilangan separuh pemasukannya pada periode yang sama.
Frederick Kliem, peneliti dan dosen di Rajaratnam School of International Studies di Singapura, meyakini, Uni Eropa tidak akan dipengaruhi oleh prospek adanya pengalihan komoditas sawit ke China.
Sejauh ini, Uni Eropa sudah mengirimkan berbagai delegasi ke Malaysia dan Indonesia untuk meredakan kisruh seputar larangan bahan bakar sawit. Brussels berdalih, kebijakan itu adalah upaya meningkatkan standar lingkungan di seluruh dunia, sebagai bagian dari kebijakan luar negeri Uni Eropa.
Uni Eropa bersikeras tidak menjatuhkan larangan umum dan mencatatkan nilai impor sawit sebesar empat juta ton antara Juli 2022 hingga Juni 2023. Jumlah tersebut lebih rendah seperlima dari angka impor tahun lalu.
Baca Juga:
Harga CPO Naik Signifikan, Dorong Pertumbuhan Ekspor Indonesia
"Uni Eropa masih merupakan konsumen besar minyak sawit di dunia," kata Bernd Lange, Direktur Komite Perdagangan Internasional di Parlemen Eropa. "Menimbang pasar Uni Eropa yang besar dan kelas menengahnya yang aktif, saya memperkirakan pasar ini akan tetap menarik bagi eksportir."
"Baik Uni Eropa dan Malaysia saling berbagi visi yang sama. Dialog kami dengan perwakilan Malaysia dan Indonesia sudah sangat mendalam."
"Kini, tugas kami adalah mensinergikan strategi dan secara bersama menanggulangi tantangan dan membuka peluang bagi kolaborasi. Kita harus menjalaninya bersama-sama dengan negara produsen," pungkas Lange.