Riau.WahanaNews.co | PT PLN (Persero) mendapatkan jaminan pinjaman dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) terkait dengan komitmen pendanaan dari Asian Development Bank (ADB) senilai US$600 juta atau Rp8,8 triliun pada akhir 2021.
Pembiayaan ini merupakan salah satu program besar dari ADB dengan tajuk Sustainable and Reliable Energy Access Program (SREAP) yang bertujuan utama untuk mendukung keandalan kelistrikan dengan berprinsip keberlanjutan.
Baca Juga:
Waspada Banjir, Ini Tips Amankan Listrik saat Air Masuk Rumah
Pendanaan dari ADB tersebut akan digunakan PLN untuk tiga fokus utama.
Pertama, memperkuat jaringan transmisi di Jawa Bagian Barat dan Jawa Bagian Tengah, serta modernisasi infrastruktur kelistrikan.
Kedua, meningkatkan pemanfaatan clean energy, seperti solar PV, dan proyek energi baru dan terbarukan (EBT) potensial.
Baca Juga:
Era Energi Terbarukan, ALPERKLINAS: Transisi Energi Harus Didukung Semua Pihak
Ketiga, untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan perusahaan.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman menilai penandatanganan ini adalah wujud konkret menjawab tantangan perubahan iklim yang sudah menjadi isu utama dunia.
Dengan adanya penjaminan, maka transisi energi yang sedang dikerjakan oleh PLN dapat berjalan dengan lancar.
"Pinjaman ini yang sifatnya direct lending dengan jaminan pemerintah kita sandingkan dengan model result based lending [RBL]. Ini terobosan, karena skema ini akan jauh lebih efektif dan efisien," ujarnya dikutip dari siaran pers, Sabtu (21/5/2022).
Luky menambahkan, perjanjian penjaminan ini merupakan komitmen pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan PII dalam upaya mendukung percepatan pembangunan infrastruktur kelistrikan.
“Hal ini merupakan salah satu bentuk dukungan pemerintah untuk menekan biaya pinjaman [cost of fund] BUMN dalam rangka menjaga kesinambungan korporasi. Selain itu, peran PII sebagai co-guarantor penjaminan pemerintah bermanfaat sebagai ring fencing APBN dan membantu pemerintah dalam rangka mengelola risiko keuangan negara,” jelasnya.
Di sisi lain, Deputi Bidang Keuangan dan Manajemen Risiko Kementerian BUMN Nawal Nely mengatakan, untuk menjawab tantangan transisi energi dan penyediaan infrastruktur ketenagalistrikan yang andal perlu adanya komitmen kuat dan kolaborasi antara PLN dan pemerintah serta stakeholders terkait.
Penjaminan pinjaman ini merupakan salah satu bentuk kolaborasi yang baik antar stakeholders untuk mencapai target-target tersebut.
Sementara itu, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menegaskan, perjanjian ini menjadi bukti bahwa PLN tidak berjuang sendirian untuk menghadapi perubahan iklim.
"Adanya perjanjian penjaminan dari pemerintah ini maka dana investasi yang tersedia berbunga rendah, berbiaya rendah, risiko bisa dikelola dengan baik. Artinya apa? Kita mampu mengubah tantangan menjadi suatu opportunity dengan berkolaborasi dalam semangat kebersamaan," tutur Darmawan.
Menurutnya, dukungan penuh Pemerintah Indonesia ini dapat berdampak positif bagi PLN. Dengan adanya perjanjian pinjaman ini dalam portofolio pinjaman PLN, dapat menambah porsi portofolio skema pinjaman direct lending dengan jaminan pemerintah sekitar 20 persen dari total outstanding pinjaman PLN.
"Dari sekarang sampai 2030, kami membutuhkan sekitar US$35 milliar untuk capex dalam rangka membangun 51,6 persen pembangkit listrik yang berasal dari EBT," jelas Darmawan.
Menurutnya, saat ini kapasitas pembangkit PLN mencapai 250 terawatt hours (TWh) dan hingga 2060 diproyeksikan akan mencapai 1.800 TWh yang sebagian besar berasal dari EBT. Meski operasional pembangkit EBT akan makin murah, tetap membutuhkan capex sebesar US$350-400 miliar hingga 2060.
PLN menggandeng PII untuk memastikan pendanaan tepat sasaran dan mampu mempercepat akselerasi akses listrik yang andal dan bersih.
“Selain itu, pembiayaan ini dapat mendukung program PLN untuk berkontribusi dalam capaian-capaian Sustainable Development Goals [SDGs] perusahaan," imbuhnya.
Seiring pertumbuhan ekonomi yang sudah mulai bergeliat dengan beralihnya pandemi Covid-19 menjadi endemi, pertumbuhan listrik perlu dimitigasi dengan pasokan listrik yang andal dan bersih.
PLN memiliki proyeksi penjualan tenaga listrik pada 2030 berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) terbaru sebesar 265.051 GWh dengan total 64,54 juta pelanggan hanya di Jawa, Madura dan Bali saja. Terdapat estimasi penambahan pelanggan sebanyak 13,47 juta pelanggan baru pada 2030.
Di sisi lain, Direktur Utama PII Muhammad Wahid Sutopo menyampaikan, perjanjian ini merupakan bentuk dukungan yang telah dijalankan oleh PLN melaksanakan proyek infrastruktur berbasis green energy.
"Lewat penjaminan pinjaman ini, PT PII bersama Kementerian Keuangan berkomitmen untuk mendorong percepatan pembangunan proyek-proyek infrastruktur yang dapat mengoptimalkan perluasan akses dan memperkuat keandalan layanan jaringan transmisi dan distribusi kelistrikan dalam rangka mendukung penguatan ekonomi masyarakat," ucap Wahid.
Country Director Indonesian Resident Mission ADB Jiro Tominaga optimistis program ini akan mendukung upaya Indonesia menghadapi transisi energi dan menekan emisi karbon.
"Kami berharap program ini dapat mendukung teknologi dan infrastruktur PLN dalam melayani kelistrikan di Indonesia," kata Jiro.[gab]