Sebaliknya, data menunjukkan potensi perbaikan fuel flow dan NPHR cukup signifikan prosentasenya karena cangkang sawit memiliki nilai kalori yang tinggi.
Dari aspek lingkungan, cangkang kelapa sawit memiliki kadar sulfur yang lebih rendah dari batu bara sehingga emisi yang dihasilkan juga menunjukkan penurunan. Adapun cangkang yang digunakan berasal dari limbah perkebunan, rendah abu dan termasuk sebagai karbon netral, sehingga akan berimbas kepada lingkungan yang lebih baik.
Baca Juga:
Pemkab Batang Apresiasi Kontribusi PT Bhimasena Power dalam Layanan Kesehatan dan Pembangunan
PT PJB sebagai pionir dalam co-firing telah menerapkan inovasi tersebut pada 14 PLTU yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari data yang dihimpun per 14 Juni 2022, penerapan co-firing PT PJB telah menghasilkan total energi hijau sebesar 100,28 GWh.
"Jika dibandingkan tahun 2021 dengan total energi hijau dari co-firing sebesar 140,49 GWh, terjadi proyeksi peningkatan produksi yang cukup signifikan hingga akhir tahun 2022," terangnya.
Baca Juga:
Usut Tuntas Skandal Proyek PLTU 1 Kalbar, ALPERKLINAS: Jangan Sampai Pasokan Listrik ke Konsumen Terhambat
Manfaat Program Co-Firing Biomass
Co-firing merupakan proses penambahan biomassa sebagai bahan bakar pengganti parsial ke dalam boiler batu bara. Proses co-firing dilakukan tanpa menambah biaya ( capex) ataupun membangun pembangkit EBT (biomassa) baru, sehingga sangat competitive. Pada PLTU Tembilahan dimana telah dilakukan 100% penggunaan biomassa sebagai bahan bakar, benefit yang diharapkan dengan program ini adalah reduksi emisi, penghematan biaya pokok penyediaan listrik dan meningkatkan fuel alternate competitiveness bagi PLN
Program co-firing PLTU Batubara dengan biomassa merupakan salah satu dari Program PLN “Green Booster” untuk mendukung target bauran energi EBT nasional. PJB menjadi pelopor dalam kegiatan co-firing PLTU di Indonesia.