RIAU.WAHANANEWS.CO, PEKANBARU — Seorang pengusaha tahu krispi berinisial MA di Kota Pekanbaru diduga melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak terhadap salah satu pekerjanya, WP, pada Sabtu (2/8/2025). Tak hanya diberhentikan secara mendadak, WP juga diminta untuk segera melunasi utangnya kepada MA di hari yang sama.
WP, warga asal Bagan Batu, Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir, mengaku terkejut dan merasa tertekan. Ia menyebut tidak memiliki ongkos untuk pulang ke kampung halamannya.
Baca Juga:
Ngopi Jurnal Marwah Madani Riau Dorong Kualitas Publikasi Ilmiah
“Saya diberhentikan dan diminta untuk bayar utang di hari itu juga. Saya bahkan tidak punya ongkos untuk pulang, selain itu, handphone saya juga ditahan sehingga saya tidak bisa berkomunikasi lagi dengan orang tua saya," ungkap WP bingung.
Menurut WP, pihak keluarganya sempat menghubungi MA melalui sambungan telepon WhatsApp untuk mencari solusi. Namun, dalam percakapan tersebut, MA tiba-tiba mengaku sebagai wartawan dari media daring dan cetak berantaskriminal.com, bahkan mengklaim dirinya sebagai Kepala Biro (Kabiro) media tersebut.
Namun, berdasarkan klarifikasi kepada koordinator liputan media berantaskriminal.com, untuk wilayah Riau, Jhon Horbet Simanjuntak, ternyata nama MA tidak tercantum dalam struktur Box Redaksi resmi Media Berantaskriminal tersebut.
Baca Juga:
Wali Kota Pekanbaru Akan Evaluasi Pejabat Lurah dan OPD Usai Lebaran
BOX REDAKSI MEDIA BERANTAS KRIMINAL
Jika benar terjadi, tindakan PHK sepihak oleh MA berpotensi melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang telah diperbarui melalui UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021.
Pasal 151 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menyebutkan: “Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah harus mengupayakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja.”
Pasal 151 ayat (2) mengatur: “Dalam hal segala upaya telah dilakukan tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka hubungan kerja dapat diputuskan setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.”
Selain itu, Pasal 156 menyatakan bahwa pekerja yang terkena PHK berhak atas:
1. Uang pesangon
2. Uang penghargaan masa kerja
3. Uang penggantian hak
Wartawan Gadungan Bisa Dipidana. Pengakuan MA sebagai wartawan juga menimbulkan tanda tanya serius. Dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ) Pasal 6 disebutkan: “Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.”
Apabila seseorang mengaku sebagai wartawan tanpa terdaftar di redaksi, tidak memiliki kartu pers yang sah, serta tidak diakui oleh Dewan Pers, maka tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai wartawan gadungan.
Menurut Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers: “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan kemerdekaan pers dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.”
Dalam konteks ini, jika pengakuan sebagai wartawan digunakan untuk menekan, menakut-nakuti, atau memanipulasi informasi untuk kepentingan pribadi, tindakan tersebut berpotensi mengarah pada dugaan pemalsuan identitas dan penipuan, serta dapat dijerat pula melalui Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Masyarakat diimbau untuk berhati-hati terhadap oknum yang mengaku sebagai wartawan tanpa legitimasi resmi. Sebelum memberikan informasi atau bekerja sama, sebaiknya lakukan verifikasi identitas melalui struktur redaksi resmi dan situs Dewan Pers.
Redaktur: Sah Siandi Lubis