Riau.WahanaNews.co - Dengan komitmen yang tinggi terhadap keberlanjutan, Musim Mas Group pada bulan Agustus lalu telah mendapatkan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) 100% untuk 17 anak perusahaannya pada bagian hulu, sesuai dengan kewajiban sistem sertifikasi oleh ISPO.
Sertifikasi ini menunjukkan dedikasi dan komitmen Musim Mas Group untuk terus menerapkan kebijakan keberlanjutan, kepatuhan hukum, dan praktik bisnis yang bertanggung jawab.
Baca Juga:
GAPKI Desak Pembentukan Badan Sawit Nasional di Bawah Pemerintahan Prabowo
Director of Sustainability Musim Mas Group, Olivier Tichit mengatakan, bagi Musim Mas, keberlanjutan berarti menyediakan produk, dan turunan minyak sawit berkualitas tinggi dan inovatif, dengan cara yang bertanggung jawab.
“Bersama dengan para pemangku kepentingan di industri ini, kami berusaha mencari solusi terbaik dalam mengatasi emisi gas karbon, keanekaragaman hayati, dan hak-hak manusia termasuk hak pekerja. Sertifikasi ISPO yang kami dapatkan semakin mengukuhkan komitmen kami untuk menjalankan usaha kami sesuai dengan hukum yang berlaku,” kata Oliver, dikutip Minggu (8/10/2023).
Lebih lanjut, kata Olivier, keberadaan para petani swadaya juga sangat krusial untuk memenuhi permintaan pasar domestik dan internasional yang sangat besar.
Baca Juga:
Harga CPO Naik Signifikan, Dorong Pertumbuhan Ekspor Indonesia
Berdasarkan data Tree Crop Estate Statistic of Indonesia, menunjukkan bahwa pada tahun 2022, terdapat lebih dari 2,6 juta petani kelapa sawit di Indonesia. Mereka menguasai dan mengelola 41% dari luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia, atau 6,4 juta hektar.
“Karena itu, perlu terus dilakukan upaya berkesinambungan agar standarisasi dan sertifikasi untuk produk kelapa sawit dapat mengimbangi peraturan-peraturan pasar global yang ada,” katanya.
Disamping itu, masih ada kendala-kendala yang dihadapi petani swadaya saat ini antara lain, akses untuk mendapatkan pengetahuan tentang praktik-praktik kelapa sawit yang berkelanjutan, kurangnya akses finansial, rendahnya literasi keuangan serta keterampilan perencanaan bisnis, dan tidak adanya sarana untuk menunjukkan kepatuhan (compliance) atas praktik-praktik kelapa sawit yang berkelanjutan.