RIAU.WAHANANEWS.CO, Idragiri Hulu -
Nasib pilu dialami seorang nenek berusia 83 tahun, warga Desa Semelinang Tebing, Kecamatan Peranap, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Perempuan lanjut usia yang hidup dalam kondisi miskin dan sebatang kara itu mengaku sejak tahun 2018 tak pernah lagi menerima bantuan apa pun, baik Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa maupun bantuan sosial dari pemerintah.
Baca Juga:
PLT Kadinkes Indragiri Hulu Bungkam, Renovasi Tiga Pustu DAK 2025 Diduga Molor dan Dipertanyakan
Padahal, nenek tersebut merupakan salah satu sepuh desa. Sejak tahun 1988, ia harus menjalani hidup tanpa pendamping setelah suaminya meninggal dunia. Kini, hari-harinya dilalui seorang diri di rumah sederhana, hanya sesekali ditemani cucunya.
“Tahun 1988 suami saya meninggal. Sekarang saya tinggal sendiri di rumah ini. Kadang cucu saya menemani. Tapi sejak tahun 2018, saya tidak pernah dapat bantuan apa pun,” ujarnya lirih saat ditemui, Senin (15/12/2025).
Ketika ditanya apakah pihak desa pernah mendatangi atau mendata dirinya, sang nenek mengaku memang beberapa kali didatangi aparat desa. Namun, pendataan tersebut tidak pernah berujung pada bantuan.
Baca Juga:
Tenggat Habis, Dinas Pendidikan Perpanjang Waktu Pengerjaan RKB SDN 009 Petalongan hingga Akhir Desember
"Ada beberapa kali orang desa datang, tapi hanya mendata saja,” katanya singkat.
Lebih menyayat hati, sang nenek mengungkap cerita yang ia dengar dari anaknya. Ia disebut-sebut telah dicoret dari daftar penerima bantuan desa.
“Anak saya pernah bilang, Mak kalau ada tetangga dipanggil ke kantor desa untuk bantuan, mamak jangan ikut. Katanya nama mamak sudah dicoret kepala desa. Kalau mamak ikut, nanti mamak malu karena tidak dapat bantuan,” ucapnya dengan suara bergetar, sembari menitikkan air mata.
Sementara itu, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Semelinang Tebing yang ditemui terpisah menyebut alasan nenek tersebut tidak lagi menerima bantuan lantaran dianggap jarang berada di rumah.
“Nenek itu memang sepuh di desa kami. Mungkin alasan desa tidak memberikan bantuan karena beliau kadang pergi ke Pekanbaru, ke rumah anaknya,” ujar Ketua BPD.
Pernyataan ini justru menuai tanda tanya. Sebab, dalam berbagai regulasi, lansia miskin, terlebih yang hidup sebatang kara dan berusia di atas 80 tahun justru masuk kategori prioritas utama penerima BLT Dana Desa maupun bantuan sosial dari Kementerian Sosial.
Guna memverifikasi hal di atas, awak media berupaya mengkonfirmasi kades melalui pesan singkat WhatsApp, dalam jawabannya, kades seolah membantahkan informasi tersebut.
"Tidak benar. Dulu pernah dapat pas jaman awal covid, nama bantuannya BST KEMENSOS. Dulu pernah dapat bahkan sempat diwakilkan menantunya untuk mengambil bantuan tsb karena beliau berada di Pekanbaru," jawab Risma Linda melalui pesan WhatsApp yang di teruskan ke awak media, Selasa (30/12/2025).
Kembali awak media mempertanyakan terkait ketepatan waktunya, kapan nenek intu terkahir kali mendapatkan bantuan. Namun, lagi dan lagi kades tidak memberikan jawaban.
Sikap Kepala Desa yang dinilai Arogan dalam memberikan klarifikasi atau menjawab pertanyaan awak media terkait persoalan ini, memantik kritik keras dari Ketua Lembaga Aliansi Indonesia (LAI) Kabupaten Indragiri Hulu, Rudi.
Menurutnya, arogansi serta kurang kooperatif kepala desa di tengah persoalan menyangkut hak dasar warga rentan justru memperlihatkan lemahnya sensitivitas sosial dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.
"Seharusnya pemerintah desa memahami betul bahwa lansia, janda jompo, dan warga miskin ekstrem adalah kelompok prioritas dalam BLT Dana Desa maupun bansos lainnya. Ini bukan sekadar kebijakan moral, tapi mandat regulasi,” tegas Rudi, Selasa (30/12/2025).
Ia menegaskan, dalam aturan BLT Dana Desa, keluarga miskin ekstrem dengan kriteria janda, duda, lansia, serta penderita penyakit kronis justru menjadi sasaran utama. Bahkan, di banyak desa, mayoritas penerima BLT DD adalah janda lansia.
Selain itu, program bantuan sosial Kemensos juga secara spesifik memprioritaskan lansia tunggal di atas usia 80 tahun yang hidup tanpa pendamping.
“Ketika kepala desa memilih bungkam dan tidak kooperatif terhadap pertanyaan publik, ini patut dipertanyakan. Sikap ini bisa dibaca sebagai bentuk arogansi kekuasaan di tingkat desa,” tambahnya dengan nada geram.
Rudi menegaskan pihaknya akan melakukan investigasi lebih lanjut untuk mengungkap dugaan ketidaktepatan penyaluran bantuan serta sejumlah kebobrokan di Desa Semelinang Tebing .
Ia juga mendesak aparat pengawas internal pemerintah untuk tidak tinggal diam.
“Inspektorat dan camat sebagai pihak yang memiliki fungsi pembinaan dan pengawasan harus bertindak lebih tegas. Monitoring dan evaluasi terhadap kinerja kepala desa harus diperketat, agar tidak ada lagi warga rentan yang terpinggirkan,” pungkasnya.
[Redaktur Adi Riswanto]