"Tidak disesuaikan tarif listrik dalam waktu lama memang tidak serta-merta memperberat beban keuangan PLN. Namun makin membebani APBN untuk memberikan kompensasi kepada PLN apabila PLN menjual setrum dengan tarif di bawah harga keekonomian," terang Fahmy dalam keterangan resmi, Senin (16/5/2022).
Fahmy menjelaskan, besaran kompensasi yang harus ditanggung pemerintah pada tahun 2021 mencapai Rp 24,6 triliun. Untuk itu, Fahmy mendorong dilakukannya penyesuaian tarif listrik yang telah ditahan sejak 2017 silam.
Baca Juga:
Pemerintah Garap 18 Proyek Hilirisasi Rp618 Triliun, Berpotensi Serap 104.974 Tenaga Kerja
Kendati demikian, dalam penyesuaian ini, menurutnya perlu ada sejumlah perubahan. Fahmy menjelaskan, penetapan tarif listrik non-subsidi hampir semuanya sama pada semua golongan, baik pelanggan rumah tangga maupun bisnis sebesar Rp 1.444,70/kWh.
Menurutnya, penetapan tarif listrik seharusnya menganut prinsip tarif progresif pada setiap golongan yang berbeda. Untuk golongan pelanggan 900 VA ditetapkan sebesar Rp 1.444,70/kWh, untuk golongan pelanggan di atas 900 VA-2.200 VA dinaikkan 10 % menjadi sebesar Rp 1.589.17.
Untuk golongan di atas 2.200 VA-6.600 VA dinaikkan 15 % menjadi Rp 1.827,54. Untuk golongan pelanggan di atas 6.600 VA dinaikkan 20 % menjadi Rp 2.193.05.
Baca Juga:
SKK Migas Ungkap Perusahaan Raksasa Migas Shell Mau Masuk Lagi ke RI
"Penyesuaian dengan prinsip tarif progresif itu, selain mencapai keadilan bagi pelanggan, juga akan mecapai harga keekonomian sehingga dapat memangkas kompensasi yang memberatkan APBN," terang Fahmy.[gab]