Menkopolhukam, yang juga pernah menjadi Menhan itu, menegaskan bahwa pemerintah sama sekali tidak anti kritik. Tapi jika pemerintah menjawab kritik untuk membanding pendapat dan data, maka jangan dicap anti kritik.
"Di negara demokrasi itu menjawab kritik dan mengadu logika, adalah bagian dari mujadalah, mencari kebenaran. Silahkan kritik, dan izinkan yang dikritik menjawab dan mengkritik balik", tandasnya.
Baca Juga:
Bahas Audit, Jubir Luhut Minta LSM Harus Transparan
Teror dan Horor Mencekam
Mahfud MD juga menjelaskan, bahwa situasi mencekam pada paruh pertama 2020 itu, telah mendorong Presiden untuk mengajak peran serta masyarakat, untuk menanggulangi Covid-19 tersebut, dengan solidaritas sosial, tenang, dan kreatif. Waktu itu, masyarakat seperti terteror dengan horor Covid. Alat kesehatan tidak ada, masker hilang dari pasar karena ditimbun oleh pedagang gelap dan dijual dengan harga puluhan kali lipat, rumah sakit banyak yang menolak pasien Covid-19 karena jika pernah menerima pasien Covid bisa dijauhi orang.
Orang terkena Covid dianggap aib dan membahayakan, sehingga dijauhi dan dijauhkan bukan hanya dari masyarakat tapi juga dari keluarganya. Di masyarakat terjadi pengambilan paksa jenazah, baik di rumah sakit maupun di tempat pemakaman. Obat tidak ada, alat pelindung diri (APD) bagi tenaga kesehatan juga tidak memadai.
Baca Juga:
Bongkar Kegiatan Bisnis Tes PCR di Masa Pandemi, Ini Temuan KPPU
"Pemerintah berebutan dengan negara-negara besar yang juga panik, untuk membeli APD dan obat-obatan. Kontroversi antar dokter, antar ahli agama, antar sosiolog juga semakin membuat masyarakat panik", tambah Manfud.
Dalam situasi seperti itulah Presiden berseru, ayo bangkit, tenang, berusaha secara kreatif untuk saling bantu menanggulangi Covid-19. Perguruan tinggi diminta melakukan penelitian, membuat vaksin, obat, dan APD. Atas seruan Presiden itu, muncullah kegiatan industri masker di berbagai daerah, muncul obat-obatan tradisional seperti minuman pokak dari Jatim, ramuan telor-jahe, obat sedot antivirus, dan sebagainya.
Bermunculan pula hasil penelitian kreatif dari berbagai kampus. Dari UGM, misalnya, lahir G-Nose, dan dari Unair lahir lima racikan obat untuk mengobati Covid-19 sesuai dengan tingkat komplikasinya.