Riau.WahanaNews.co - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Sulawesi berkolaborasi dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulawesi Tengah dalam mengawal pemberitaan konflik agraria sebagai bentuk kontrol sosial di bidang kegiatan industri perkebunan.
Kegiatan yang bertemakan Konflik Agraria dan Implikasi Hukum di Indonesia tersebut diselenggarakan di Hotel Palu Golden, Jalan Raden Saleh, Kota Palu, Jumat (20/10/2023) pekan lalu.
Baca Juga:
GAPKI Desak Pembentukan Badan Sawit Nasional di Bawah Pemerintahan Prabowo
“Hal ini menjadi momentum merangkul jurnalis se-Sulteng agar dapat memberikan masukan yang membangun kepada GAPKI Sulawesi, serta melihat sisi berimbang atas praktik dan regulasi yang ada,” ungkap Ketua GAPKI Sulawesi, Doni Yoga Perdana, dikutip Selasa (23/10/2023).
“Wartawan memberikan peran yang besar terhadap persepsi masyarakat luas, bahkan menjadi keyakinan bersama. Kekuatan jurnalis sebagai pembawa pesan rakyat akan didengar pemangku kebijakan bahkan melahirkan kebijakan baru,” sambungnya.
Menurutnya, informasi yang diberikan wartawan tentang konstalasi industri kepala sawit akan menjadi edukasi kepada masyarakat. Hadirnya perusahaan kelapa sawit bisa memberikan manfaat bagi semua pihak, bagi semua pemangku kepentingan dan masyarakat luas.
Baca Juga:
Harga CPO Naik Signifikan, Dorong Pertumbuhan Ekspor Indonesia
“Kita ingin menjadikan wartawan parter diskusi yang membangun untuk membangun iklim investasi yang sejuk, khususnya di Sulteng,” jelas Doni.
Saat ini, kata Doni, regulasi terbaru dari industri kelapa sawit menekankan pada sistem informasi perijinan perkebunan yang terpusat. Khusus untuk anggota GAPKI di Sulteng, keseluruhannya sudah menyelesaikan pengisian regulasi tersebut.
“Ini langkah awal yang baik untuk fundamental bagi industri kelapa sawist yang berkelanjutan,” terangnya.
Sementara itu, Ketua PWI Sulteng, Tri Putra Toana menyatakan, Workshop Wartawan tersebut digagas sebagai tanggung jawab PWI untuk meningkatkan dan memberikan pengembangan wawasan persoalan kelapa sawit.
Tri Putra Toana menjelaskan, industri kelapa sawit di Indonesia dalam perkembangannya sedang mengalami diskriminasi di Uni Eropa dengan undang-undang anti deforestasi.
“Undang-undang itu, sejatinya adalah perang dagang persaingan antara minyak nabati produk eropa agar sawit Indonesia sulit masuk ke teritori Uni Eropa”, tegas Tri Putra Toana.
“Sehingga apabila ini terjadi, hampir 20 juta yang bergantung di kelapa sawit akan mengalami kesulitan pengembangan ekonomi. Sehingga PWI Sulteng mencoba bersinergi dengan GAPKI Sulawesi agar para pesertanya mampu memberikan pandangan kepada pemangku kepentingan,” tuturnya.
“Kepada yang hadir, saya memohon dan meminta bahwa hari ini kita sama-sama serius untuk mengikuti masukan-masukan dari GAPKI dan narasumber sehingga ketika menulis sudah punya pedoman dan wawasan yang tepat serta data yang lengkap,” ucap Tri Putra Toana menutup.
[Redaktur: Mega Puspita]