WahanaNews-Riau I Adanya isu kriminalisasi terhadap para petani anggota Koperasi Sawit Makmur (Kopsa-M) yang berlokasi di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau oleh aparat kepolisian, membuat ratusan petani dan pekerja yang tergabung dalam Koperasi tersebut mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo.
Isu itu berhembus pasca penangkapan terduga pelaku pencurian 8 ton sawit dari lahan Kopsa-M. Sejumlah orang jadi tersangka, yang kemudian disebut oleh Anthony Hamzah dan para pengacaranya sebagai kriminalisasi.
Baca Juga:
Antusiasme Masyarakat Menggala 5 Sambut dan Dukung Afrizal Sintong dan Sepenuhnya.
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) turut menghembuskan isu ini ke Bareskrim Mabes Polri, DPR hingga lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK). Mereka menyatakan ada ratusan petani sawit yang akan diproses.
Dengan tegas, ratusan petani dan pekerja membantah langsung tudingan tersebut dalam secarik kertas berisi surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo. Bertempat di Balai Desa Pangkalan Baru, mereka meminta pihak-pihak yang menghembuskan isu kriminalisasi agar datang langsung ke kampung mereka untuk melihat kondisi sebenarnya.
"Kepada Bapak Presiden Republik Indonesia, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya, di tengah kesibukan bapak terdengar desas-desus seolah ada petani dan pekerja teraniaya dan sebagainya," kata salah seorang petani, Zaimila Wati saat membacakan surat terbuka tersebut di Kampar, Rabu (10/11/2021).
Baca Juga:
Sat Narkoba Polres Rohil Amankan Narkoba di Penginapan Anggrek Bagan Sinembah
Terkhususnya yang menyeret nama PTPN V karena dituding mengambil ribuan hektare lahan masyarakat di desa. Justru, menurut Zaimila Wati, saat ini PTPN V yang membantu gaji pekerja dan hak petani anggota Kopsa-M dengan dana talangan.
"Kami sedang merajut hubungan hubungan baik dengan PTPN V karena hubungan baik ini sempat renggang akibat permasalahan internal koperasi kami," tegas Zaimila.
PTPN V menyatakan dana talangan itu tidak ada bunga. Petani bisa membayar ketika uang koperasi di bank sudah bisa dicairkan oleh pengurus Kopsa-M baru.
Dalam surat terbuka tersebut, mereka juga turut menyinggung agar para pihak yang menyebar isu bahwa para petani menjadi kriminalisasi, agar berkunjung dan melihat langsung kondisi sebenar di lapangan.
"Melalui pernyataan ini, kami menyatakan mengundang bapak, ibu, saudara sekalian untuk berkunjung ke desa ini, kampung yang jauh dari kata Indah tapi penuh ramah tamah, kampung yang Jadi terkenal
"Terkhususnya Setara Institute, IPW, LBH PBNU, NGO, teman teman mahasiswa dan semua lembaga yang pernah ditemui Anthony Hamzah (Ketua Kopsa-M versi lama), kami mengundang untuk berkunjung ke desa ini," tambah petani lainnya, Mawanda.
Pengakuan Mawanda, lembaga tersebut tidak pernah menemui ratusan anggota Kopsa-M. Dia tidak terima nama petani dibawa ke mana-mana sementara lembaga tadi tidak mengetahui kehidupan pekerja dan petani anggota Kopsa-M setelah Anthony Hamzah tidak pernah muncul lagi.
"Datanglah ke sini, ada kepala desa, ninik mamak, tokoh masyarakat, alim ulama cerdik pandai, hingga masyarakat biasa untuk tempat bapak ibu dan saudara sekalian bertanya tentang Anthony," kata Mawanda.
Mawanda menyatakan Anthony bukan warga desa tersebut, tidak tercatat dalam SHM meskipun pernah menjadi ketua dan status keanggotaannya adalah luar biasa. Di mana dalam AD/ART koperasi, anggota luar biasa tidak boleh menjadi ketua.
"Desa kami jauh dari kata indah, tapi warganya ramah. Ibu dan bapak semua adalah kaum intelektual, ada kelebihan menelaah mana yang baik dan benar, mana yang nyata dan sandiwara belaka," katanya.
Beberapa bulan terakhir, dia menyebut koperasi kehilangan uang miliaran rupiah. Apalagi harga sawit sedang naik-naiknya tapi hasil penjualan tidak pernah diterima oleh pekerja.
Begitu juga, lanjut dia, dengan hak anggota dari panen. Uang mereka tertahan di bank dan perlu tanda tangan ketua yang lama untuk mencairkan karena kepengurusan baru belum terbentuk ataupun disahkan oleh pihak berwenang.
"Dia membuat kekacauan, tidak layak diperjuangkan, hentikan bawa nama petani karena kamilah petani sesungguhnya yang tinggal di sini, warga sini," ujarnya.
Sementara itu, Muhammad Rifai, petani lainnya menjelaskan, anggota ingin ada pergantian pengurus karena sejak tahun 2019 hingga 2021 tidak ada laporan pertanggungjawaban.
Dia mewakili petani menyebut sangat terbuka jika ada laporan pertanggungjawaban. Hingga kini mereka masih menunggu tapi tidak pernah dibuat sehingga petani anggota Kopsa-M melakukan rapat anggota luar biasa.
Terkait isu kriminalisasi, Rifai ingin ketua yang lama itu membuktikannya. Dia tak ingin ada sandiwara lagi seolah ada penzaliman dan berlindung di balik berbagai lembaga.
"Hentikan semua kebohongan ini, kami juga akan meminta auditor eksternal untuk membuka semuanya," terang Rifai.
Di sisi lain, petani juga menyinggung soal adanya oknum pengacara yang mengaku menerima kuasa dari ratusan petani anggota Kopsa-M. Petani meminta pengacara tadi berhenti membawa-bawa nama petani.
"Terkhusus untuk ibu Disna Riantina, kami tak kenal ibu, kami tidak pernah menyetujui membayar jasa ibu menjadi kuasa Kopsa-M, jangan sok pro rakyat karena butuh bantuan ibu," tambahnya.
Yang petani butuhkan saat ini, kata dia, adalah hak-hak yang belum ditunaikan. Yang paling utama itu adalah hak penjualan sawit dan gaji para pekerja koperasi.
Di sisi lain, Anthony Hamzah kini bak hilang ditelan bumi. Ratusan anggota sudah mencarinya karena masih memegang buku rekening bank hasil penjualan sawit koperasi.
Anthony juga sudah dua kali mangkir dari panggilan penegak hukum. Ini terkait penyerangan dan perusakan rumah karyawan milik perusahaan swasta yang juga berada di desa itu, di mana Anthony disebut dalam putusan hakim telah menjadi aktor intelektual. (tum)