Riau.WahanaNews.co, Jakarta - Di awal tahun 2023, beberapa petani kelapa sawit berhasil memperoleh sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
Contohnya, di Kecamatan Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, ada lima koperasi yang berhasil mendapatkan sertifikat ISPO.
Baca Juga:
Serikat Petani Kelapa Sawit Melakukan Sosialisasi Percepatan ISPO Kepada Petani Swadaya di Tiga Kabupaten
Selain itu, ada Koperasi Produsen Perkebunan Persada Engkersik Lestari yang beranggotakan petani kelapa sawit swadaya di desa Engkersik, Kecamatan Sekadau, Kalimantan Barat, dan beberapa koperasi lainnya yang juga berhasil meraih sertifikat serupa.
Namun, sayangnya, jumlah kelompok petani atau koperasi pekebun yang memiliki sertifikat ISPO masih sangat sedikit.
Padahal, jika dilihat dari komposisi kepemilikan lahan kelapa sawit di Indonesia, petani memiliki bagian sebesar 41% dari total lahan kelapa sawit seluas 16,38 juta hektar.
Baca Juga:
AMM SAKA Meminta PKS di Subulussalam Tidak Menerima TBS Dari PT. Laot Bangko
Menurut Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Fortasbi), hanya ada tujuh provinsi yang memiliki petani kelapa sawit bersertifikat ISPO dan RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil), yaitu Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah.
Jumlah kelompok petani yang tergabung dalam sertifikasi ini mencapai 51 grup petani, dengan total lahan seluas sekitar 33 ribu hektar yang melibatkan 15 ribu petani.
Artinya, baru sekitar 0,2% lahan petani kelapa sawit yang memiliki sertifikat minyak sawit berkelanjutan.
Hal ini jauh dari total lahan yang dikelola oleh petani kelapa sawit, yang mencapai 6,5 juta hektar.
Oleh karena itu, pemerintah baik pusat maupun daerah perlu melakukan upaya besar untuk mendorong penerapan skema ISPO di kalangan petani sawit.
Terutama karena Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia mewajibkan petani kelapa sawit untuk menerapkan praktik budidaya sawit berkelanjutan sesuai Prinsip dan Kriteria ISPO pada tahun 2025 mendatang, yang berarti hanya tersisa sekitar 2 tahun lagi.
Sekretariat Komite ISPO, Herdradjat Natawidjaja, menjelaskan bahwa untuk mempercepat penerapan ISPO di kalangan petani, syarat-syarat ISPO telah disederhanakan menjadi empat syarat.
"Syarat-syarat ISPO telah disederhanakan menjadi Surat Tanda Daftar Usaha Perkebunan (STDB), bukti kepemilikan atas tanah, memiliki Tim Sistem Kendali Internal (Internal Control System/ICS), dan memiliki Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL)," sebutnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]