Ia juga berpendapat negara-negara lain mampu memindahkan pengungsi dengan proses yang cepat. Seperti Malaysia dan India.
"Cuma kami dari Indonesia ini tak jelas masa depannya. Dan mereka tidak memberikan jawaban yang dapat menenangkan hati kami," ujarnya.
Baca Juga:
Bio Farma Hibahkan 10 Juta Dosis Vaksin Polio untuk Afghanistan
Gholami mengaku telah beberapa kali menghubungi pihak UNHCR terkait hal tersebut, namun diabaikan. Hal ini menyebabkan ia kehilangan semangat dan ingin mengakhiri hidupnya.
"Sebelumnya saya sudah jahit mulut saya sendiri. Saya puasa selama 60 jam, dan tidak ada keinginan untuk membukanya. Saya mau mati saja dengan cara seperti itu. Tapi karena teman-teman memohon untuk melepaskannya, ditambah mereka juga mengancam mau ikut menjahit bibir mereka pula, mau tak mau saya harus memutuskannya," aku Gholami.
Setali tiga uang, Rahim yang juga pengungsi dari Afghanistan mengaku telah berkali-kali menanyakan hal tersebut kepada UNHCR. Ia meminta UNHCR untuk mengirimkan dokumen mereka ke Kedutaan Australia, Kanada atau Amerika.
Baca Juga:
Afghanistan Kembali Gempa Bumi Berkekuatan 6,3 Magnitudo
"Awal kami datang ke Indonesia mereka sudah mendata kami, sudah memberikan kami kartu. Kami cuma ingin minta bantuan agar dokumen kami dikirimkan ke Kedutaan Australia, Kanada atau Amerika. Kalau dari sana mereka tidak mau menerima kami, beri kami kejelasan. Setelah itu kami bisa pikirkan kami mau ke mana selanjutnya. Entah mau balik ke negara kami atau tetap di sini. Jawabannya jelas," jelas Rahim.
Rahim mengaku selama beberapa tahun ini sekitar 15 orang pengungsi di Indonesia telah bunuh diri dikarenakan stres. Di Pekanbaru sendiri ada 2-3 pengungsi yang bunuh diri.
"10 tahun bukan waktu yang sebentar. Kami saat datang ke sini masih kecil-kecil, sampai kini kami telah dewasa. Mereka tak menjelaskan sampai kapan kami di sini. Mereka hanya menyuruh sabar saja," ucapnya.