Riau.WahanaNews.co | Ketua Umum Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR), Dr. Chaidir, memberikan tanggapan terkait pernyataan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang mengkritik PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) atas pemilihan gedung kantor mereka di Jakarta.
Chaidir menyatakan bahwa sejak isu alih kelola Blok Rokan dari PT Chevron ke Pertamina, masyarakat Riau telah mengungkapkan keinginan agar perusahaan pengelola Blok Rokan tersebut memiliki kantor di Riau.
Baca Juga:
Jasa Marga Raih Penghargaan Bergengsi ‘Indonesia Most Powerful Women Awards 2024’
Meskipun PT PHR memiliki wilayah kerja yang mencakup Sumatera secara keseluruhan, namun seperti yang disebutkan oleh Ahok bahwa 90 persen dari volume pekerjaan mereka berada di Blok Rokan.
Riau merupakan ladang minyak terbesar di Indonesia dengan produksi minyak sekitar 26 persen dari total produksi minyak nasional. Oleh karena itu, menurut Chaidir, adalah wajar jika PT PHR memiliki kantor pusat di Riau.
Namun, kenyataannya, suara masyarakat Riau dianggap sepele oleh Pertamina. Bahkan terungkap bahwa PT PHR telah menyewa gedung mewah di Jakarta. Dana untuk sewa kantor tersebut tentunya berasal dari hasil penjualan minyak Blok Rokan.
Baca Juga:
Buntut Kritik PSN PIK 2, Said Didu Penuhi Panggilan Polisi
Chaidir merasa heran, lantaran Dana Bagi Hasil (DBH) yang diberikan pada daerah penghasil terlihat sedikit, karena dipotong oleh pajak dan lainnya, termasuk sewa kantor.
"Kami sungguh tak dapat mengerti di mana akal budi mereka berada. Ketika saya secara kebetulan bertemu dengan pimpinan PT PHR (bukan Direktur Utama) dalam acara takziah di Rokan untuk mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya orangtua Bupati Siak, Alfedri, saya mencoba menggali informasi. FKPMR ingin melakukan dialog dengan Direktur Utama terkait target kinerja PT PHR ke depan," ujarnya.
Menurutnya, dialog serupa juga pernah dilakukan oleh FKPMR dengan Direktur Utama PT PHR sebelumnya, yaitu Jaffee Arizon Suardin.
"Tetapi saya mendapatkan kesan bahwa sekarang sulit untuk melakukan dialog karena Direktur Utama berkantor di Jakarta untuk mengendalikan wilayah kerja di Sumatera. Jadi, jika kami ingin berdialog di Riau, nantinya akan diwakili oleh manajer yang bertugas di Blok Rokan. Dalam hati saya, ini menunjukkan betapa elitnya Direktur Utama PT PHR saat ini, betapa birokratisnya," lanjutnya.
Diketahui bahwa Direktur Utama PT PHR saat ini, Chalid Said Salim, yang menggantikan Jaffee Arizon Suardin, berkantor di Jakarta dan hanya jarang datang ke Riau. Padahal, di lapangan, terdapat banyak masalah yang perlu diselesaikan.
Masyarakat Riau kini menyadari bahwa peluang untuk mendapatkan pekerjaan di Blok Rokan bagi perusahaan-perusahaan lokal sangat terbatas.
"Jangan bicara main-contractor, sub-con saja susah. belum lagi masalah keberpihakan dalam pemanfaatan tenaga kerja lokal."
Beberapa teman pengusaha, sambungnya, mengatakan untuk mendapatkan kontrak pekerjaan lebih enak di era PT Chevron dulu. Termasuk juga program-program community development.
"Okelah sekarang era digital, orang berkantor di mana saja bisa. Kalau begitu kenapa PHR harus berkantor di Jakarta? Kenapa tidak berkantor di Riau saja? Kan komunikasi IT yang serba canggih yang dimiliki oleh PHR bisa setiap saat berkomunikasi dengan pihak-pihak lain di Jakarta," tegasnya.
"Mr President Jokowi, please, kangan biarkan PT PHR berpikir tak masuk akal atau cari-cari alasan, suruh mereka berpikir sederhana saja. Dirut PT PHR harus berkantor di Riau, lebih hemat, semua masalah bisa selesai lebih cepat, lebih bermanfaat bagi masyarakat. Kalau tak mau, dirutnya ganti cepat," tukasnya.
Sebelumnya, dilaporkan oleh Kompas.com bahwa Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, berkeinginan agar seluruh kantor anak usaha Pertamina dipindahkan ke wilayah operasional sesuai dengan sektor bisnis mereka.
Ahok menjelaskan bahwa saat ini banyak anak usaha atau subholding Pertamina, termasuk anak usaha subholding, yang menyewa kantor mewah di Jakarta. Padahal, wilayah kerja utama dari anak usaha Pertamina tersebut berada di luar Pulau Jawa.
Dia mencontohkan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang memiliki kantor pusat di Jalan Dr. Satrio, Kuningan, Jakarta Selatan. Namun, PHR sebenarnya memiliki wilayah kerja di Pulau Sumatera, termasuk Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan.
"Kita bicara tentang Hulu Rokan, PHR, yang sebelumnya milik Chevron. Chevron memiliki kantor di Jakarta karena mereka membutuhkan perwakilan untuk urusan SKK (Satuan Kerja Khusus) dan lain-lain, kemudian (Blok Rokan) diambil alih oleh Pertamina. Mengapa kantor pusatnya berada di gedung mewah di Kuningan dan mereka menyewa lagi? Mengapa tidak menggunakan kantor yang ada di Rokan?" ungkap Ahok ketika ditemui di Kementerian BUMN. [eta]