RIAU.WAHANANEWS.co, Rokan Hilir – Ketua Bawaslu Kecamatan Pujud, Amar Dini Kurniawan, mengakui bahwa praktik politik uang benar terjadi dalam insiden yang melibatkan seorang oknum Satpol PP di Dusun Kampung 3, Desa Pujud, pada malam 26 November 2024. Namun, hingga kamis (05/12/2024), pelaku belum juga diperiksa, meskipun telah ada pengakuan langsung di hadapan Panwaslu dan disaksikan warga.
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang peran Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu), yang terdiri dari unsur Bawaslu, kepolisian, dan kejaksaan. Masyarakat menilai Gakkumdu seharusnya bergerak cepat mengingat pengakuan pelaku disampaikan secara terbuka di depan banyak saksi dan didukung barang bukti kuat.
Baca Juga:
Serangan Sadis di Lanny Jaya: Polisi Luka Bacok, Warga Sipil Tertembak
Saat kejadian, pelaku mengakui dirinya telah membagikan amplop berisi uang sebesar Rp200.000 dan kartu paslon 01 Afrizal Sintong - Setiawan. Pengakuan ini disampaikan langsung di depan Panwaslu, polisi, dan sejumlah warga yang menunjuknya sebagai pelaku penyebaran uang.
“Semua sudah jelas. Dia mengaku di depan banyak saksi. Warga juga membenarkan, tapi sampai sekarang tidak ada tindak lanjut. Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya seorang tokoh masyarakat Desa Pujud.
Peran Gakkumdu Dipertanyakan Dalam kasus dugaan politik uang seperti ini, Gakkumdu memiliki peran vital untuk memastikan setiap pelanggaran diproses secara hukum. Lambannya penanganan kasus ini memunculkan kecurigaan adanya upaya pembiaran atau perlindungan terhadap pelaku.
Baca Juga:
Krisis Militer di Selat Taiwan, China Siap Menggempur dengan Armada Raksasa
Ketua Bawaslu Riau Alnofrizal ketika dipertanyakan oleh awak media via telpon 4 Desember 2024 bagaimana tindakan atas terjadinya money politik pada 26 November 2024. Beliau mengatakan pelaku sudah di panwas kecamatan untuk ditindaklanjuti. Namun hingga hari ini 5 Desember 2024 belum ada sanksi dan pelanggaran yang pasti ditetapkan oleh Gakkumdu ataupun Bawaslu setempat secara terstruktur, diduga panwascam pujud melindungi pelaku dan berdalih dari apa yang seharusnya dilakukan.
Bahkan Panwaslu Pujud tidak berani bertanggung jawab atas terjadinya kegiatan money politik tersebut dan dengan sengaja menyuruh pelaku untuk pulang kerumahnya. Diduga ada kongkalikong dan bermain mata menipu masyarakat.
“Masyarakat sudah menyerahkan bukti, saksi, dan pelaku ke Panwaslu. Seharusnya Gakkumdu segera bertindak, bukan diam seperti ini,” tegas seorang warga yang menyaksikan kejadian tersebut.
Praktik politik uang merupakan pelanggaran serius berdasarkan Pasal 187A Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Pelaku dapat dijatuhi hukuman penjara 6 tahun dan denda hingga Rp1 miliar. Jika keterlibatan tim kampanye atau paslon terbukti, mereka bisa terkena sanksi diskualifikasi dari pencalonan.
Masyarakat Desa Pujud menuntut transparansi dan keseriusan dari Gakkumdu dalam menyelesaikan kasus ini. Mereka juga mendesak Amar Dini Kurniawan sebagai Ketua Bawaslu Pujud untuk memastikan proses hukum berjalan sesuai aturan dan tidak ada yang melindungi pelaku.
“Kami ingin kasus ini diproses secara adil. Jangan ada pembiaran atau permainan di belakang layar. Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu,” ujar seorang tokoh masyarakat.
[Redaktur : Mega Puspita]