Riau.WahanaNews.co - Ketika kelapa sawit sudah memasuki usia di atas 20 tahun, maka sudah menjadi keharusan bagi petani atau pemilik perkebunan sawit untuk melakukan kegiatan replanting.
Pasalnya, produksi buah kelapa sawit yang usianya sudah di atas 15 tahun tentunya sudah mulai semakin berkurang. Untuk itu, langkah penanaman kembali merupakan upaya konkrit yang harus dilakukan.
Baca Juga:
Polda Kalsel Berhasil Selamatkan 463.299 Petani dari Peredaran Pupuk Ilegal
Adapun empat teknik replanting yang menjadi pilihan petani sawit, kelapa sawit pun bisa produktif kembali.
Berikut empat teknik replanting yang menjadi pilihan petani sawit berdasarkan artikel dikutip dari Rakyat Bengkulu, Kamis (31/8/2023):
1. Sistem tumbang semua
Baca Juga:
Kekeringan Ancam Panen Padi di Labura, Petani Terancam Rugi
Sistem tumbang serempak diyakini menguntungkan karena persiapan lahan dan pengolahan tanah bisa dilakukan secara intensif. Cara ini mengurangi serangan hama kumbang tanduk, penyakit pada tanaman sawit, serta mempersiapkan tanah agar memiliki kondisi ideal untuk pertumbuhan sawit.
Namun, sistem ini bisa membuat pendapatan petani terputus sama sekali, sehingga peremajaan sistem tumbang serempak ini minimal pemilik kebun sudah memiliki pemasukan dari bidang lainnya.
Selama lima sampai tujuh tahun ke depan, petani kelapa sawit tidak akan ada pemasukan dari kebun yang dilakukan peremajaan atau replanting.
2. Sistem peremajaan bertahap
Pada sistem peremajaan bertahan, petani masih mendapatkan penghasilan dari tanaman tua yang belum diremajakan. Namun, teknik peremajaan ini tidak cocok diterapkan pada lahan perkebunan sawit yang tidak luas.
Misalnya kebun plasma atau swadaya. Sebab akan mengeluarkan biaya dan waktu yang lebih. Jika diaplikasikan kepada lahan sawit dengan luasan 100 Hektar dan dibagi per 10 atau per 20 hektar yang dilakukan replanting cara ini lebih efisien.
3. Sistem tumpang sari
Sistem tumpang sari merupakan sistem peremajaan sawit sambil mendapatkan alternatif penghasilan dari produksi tanaman sela. Cara ini membuat tanaman muda tumbuh dengan baik tanpa gangguan.
Bahkan, residu tanaman sela juga bisa memberi suplai hara pada tanaman inti. Namun, perlu ada pengelolaan intensif sehingga hasil tanaman sela juga dapat dijual di pasar. Sistem tumpang sari ini biasanya dilakukan oleh petani yang memiliki lahan sawit maksimal 10 hektar.
4. Sistem underplanting
Dengan sistem underplanting, peremajaan tanaman kelapa sawit tidak memutus pendapatan pemilik kebun karena masih bisa memperoleh hasil dari tanaman tua. Namun, kelemahannya adalah dapat membuat tanaman muda mengalami gangguan pertumbuhan.
Selain itu, ada risiko serangan kumbang tanduk dan penyakit. Yang dibawa oleh tanaman indukan. Maka dari itu jika menggunakan metode ini diperlukan perawatan yang lebih intensif.
Berbagai teknik yang digunakan diatas harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing pemilik kebun. Bukan hanya mempertimbangkan faktor penghasilan yang terputus, tetapi juga efisiensi biaya dalam melakukan peremajaan.
Apalagi, ketika petani memutuskan replanting, maka dipastikan hanya ada uang yang keluar. Uang masuk baru akan datang ketika kelapa sawit hasil replanting tersebut sudah kembali berbuah lagi.
[Redaktur: Mega Puspita]