WahanaNews-Riau | Pemerintah dalam hal ini Kementeri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI berencana melakukan tariff adjustment (tarif penyesuaian) bagi 13 golongan pelanggan listrik PT PLN (Persero) non subsidi tahun 2022.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan rencana ini bakal dilaksanakan jika kondisi pandemi Covid-19 membaik.
Baca Juga:
Kalimantan Selatan Tuan Rumah, Ini Arti dan Makna Logo Resmi HPN 2025
"Tahun 2022 apakah akan diterapkan tariff adjustment? Jadi kita sepakat dengan Banggar kalau sekiranya Covid-19 membaik ke depan mudah-mudahan, kita bersepakat dengan DPR dengan Banggar, kompensasi tariff adjustment diberikan enam bulan saja, selanjutnya disesuaikan," paparnya kepada CNBC Indonesia, Senin (29/11/2021).
Tariff adjustment merupakan tarif listrik bagi 13 golongan pelanggan non subsidi PT PLN (Persero). Semestinya, tarif listrik bagi golongan pelanggan non subsidi ini bisa berfluktuasi.
Fluktuasi ini terjadi setiap tiga bulan, disesuaikan dengan tiga faktor yakni nilai tukar (kurs), harga minyak mentah (ICP), dan inflasi. Jika tiga faktor tersebut meningkat, maka tarif listrik juga ikut dinaikkan. Pun sebaliknya jika tiga faktor ini menurun, maka tarif bisa turun.
Baca Juga:
Pemkab Dairi Siap Dukung Gugus Tugas Polri Sukseskan Ketahanan Pangan
Akan tetapi, tarif listrik bagi 13 golongan pelanggan non subsidi tidak mengalami kenaikan sejak 2017 lalu. Rida menegaskan terkait rencana ini, pemerintah dan parlemen tidak ada niatan untuk mengurangi subsidi, namun mendorong agar pemberian subsidi menjadi lebih tepat sasaran.
"Yang 13 sisanya adalah golongan tidak bersubsidi, artinya tarifnya harusnya ikutin pergerakan atau perubahan dari tiga faktor minimum yaitu kurs, harga minyak mentah, dan inflasi, dan biasanya disesuaikan per tiga bulan, apakah ini sudah jalan? dulu sempat jalan 2015-2017. Ini disebut tariff adjustment, malah sebutannya automatic tariff adjustment," jelas Rida.
"Tapi dengan beberapa alasan sejak 2017 tariff adjustment ditahan dengan alasan menjaga daya beli masyarakat dan daya saing industri," imbuhnya.
Lebih lanjut Rida menyampaikan, dengan tidak adanya kenaikan tarif listrik sejak tahun 2017, maka ini berdampak pada kompensasi yang diberikan pemerintah kepada PT PLN (Persero). Adapun dana kompensasi ini juga diambil dari APBN. Dana kompensasi ini untuk menutupi selisih antara tarif keekonomian pelanggan non subsidi dengan tarif yang telah ditetapkan pemerintah.
"Kita tahan (tariff adjustment), berdampak ke kompensasi pemerintah, karena keputusan pemerintah pasti dasarnya APBN," ucapnya.
Ke depan, imbuhnya, akan ada review dari tariff adjustment ini. Dalam menentukan tariff adjustment ini, menurutnya banyak pihak yang terlibat karena ini akan berdampak ke inflasi, dan lainnya.
"Tapi kita, kami sebagai Dirjen, siapkan asumsi dana dan skenario, keputusan tentu saja ke pimpinan," jelasnya.
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI berencana menerapkan kembali tariff adjustment (tarif penyesuaian) bagi 13 golongan pelanggan listrik PT PLN (Persero) non subsidi tahun depan.
Dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Senin (29/11/2021), Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan rencana ini bakal dilaksanakan jika kondisi pandemi Covid-19 membaik.
"Tahun 2022 apakah akan diterapkan tariff adjustment? Jadi kita sepakat dengan Banggar kalau sekiranya Covid-19 membaik ke depan mudah-mudahan, kita bersepakat dengan DPR dengan Banggar, kompensasi tariff adjustment diberikan enam bulan saja, selanjutnya disesuaikan," paparnya kepada CNBC Indonesia, Senin (29/11/2021).
Tariff adjustment merupakan tarif listrik bagi 13 golongan pelanggan non subsidi PT PLN (Persero). Semestinya, tarif listrik bagi golongan pelanggan non subsidi ini bisa berfluktuasi.
Fluktuasi ini terjadi setiap tiga bulan, disesuaikan dengan tiga faktor yakni nilai tukar (kurs), harga minyak mentah (ICP), dan inflasi. Jika tiga faktor tersebut meningkat, maka tarif listrik juga ikut dinaikkan. Pun sebaliknya jika tiga faktor ini menurun, maka tarif bisa turun.
Akan tetapi, tarif listrik bagi 13 golongan pelanggan non subsidi tidak mengalami kenaikan sejak 2017 lalu. Rida menegaskan terkait rencana ini, pemerintah dan parlemen tidak ada niatan untuk mengurangi subsidi, namun mendorong agar pemberian subsidi menjadi lebih tepat sasaran.
"Yang 13 sisanya adalah golongan tidak bersubsidi, artinya tarifnya harusnya ikutin pergerakan atau perubahan dari tiga faktor minimum yaitu kurs, harga minyak mentah, dan inflasi, dan biasanya disesuaikan per tiga bulan, apakah ini sudah jalan? dulu sempat jalan 2015-2017. Ini disebut tariff adjustment, malah sebutannya automatic tariff adjustment," jelas Rida.
"Tapi dengan beberapa alasan sejak 2017 tariff adjustment ditahan dengan alasan menjaga daya beli masyarakat dan daya saing industri," imbuhnya.
Lebih lanjut Rida menyampaikan, dengan tidak adanya kenaikan tarif listrik sejak tahun 2017, maka ini berdampak pada kompensasi yang diberikan pemerintah kepada PT PLN (Persero). Adapun dana kompensasi ini juga diambil dari APBN. Dana kompensasi ini untuk menutupi selisih antara tarif keekonomian pelanggan non subsidi dengan tarif yang telah ditetapkan pemerintah.
"Kita tahan (tariff adjustment), berdampak ke kompensasi pemerintah, karena keputusan pemerintah pasti dasarnya APBN," ucapnya.
Ke depan, imbuhnya, akan ada review dari tariff adjustment ini. Dalam menentukan tariff adjustment ini, menurutnya banyak pihak yang terlibat karena ini akan berdampak ke inflasi, dan lainnya.
"Tapi kita, kami sebagai Dirjen, siapkan asumsi dana dan skenario, keputusan tentu saja ke pimpinan," jelasnya. [afs]