Riau.WahanaNews.co - Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat mendapatkan kuota program peremajaan sawit rakyat (PSR) seluas 3 ribu hektar. Artinya, sudah disediakan dana hibah senilai Rp 90 miliar bagi petani sawit di daerah ini.
Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Sanggau, Syafriansyah mengatakan, saat ini sudah ada sekitar 700-an usulan PSR yang sudah masuk di aplikasi secara online.
Baca Juga:
Hendak Ditanam, Bibit Sawit Ditemukan di Kawasan Hutan TNTN Riau yang Dibakar
"Tapi masih proses verifikasi, sampai sekarang belum ada yang dinyatakan lolos. Tapi bukan berarti ditolak, ini kan masih proses," kata Sayfriansyah, dikutip Senin (23/10/2023).
Dia pun meminta petani sawit lain yang tanamannya sudah memasuki masa peremajaan agar mengajukan PSR melalui kelompok. Menurutnya, peluang petani sawit ikut dalam program PSR sangat besar karena kuota yang diberikan pemerintah pusat sangat besar.
"Saya sampaikan kepada para petani kelapa sawit di Sanggau, sangat besar peluang untuk ikut program PSR karena Sanggau diberikan kuota 3.000 hektar. Alangkah sayangnya bila kesempatan ini dilewatkan begitu saja," ujarnya.
Baca Juga:
Dishut Ungkap Kawasan Hutan di Lampung Tinggal 28 Persen
Dia meminta petani sawit jangan terlalu khawatir jika mendengar kabar temuan kasus penyelewengan PSR di daerah lain.
"Ketakutan seperti itu dibuang dulu jauh-jauh. Selama dilaksanakan sesuai dengan aturan yang ada, tidak ada alasan takut ikut PSR. Kami selalu siap membantu dan mendampingi petani agar tidak keluar dari jalur yang ditetapkan," tukasnya.
Jika petani sawit Sanggau tidak mengusulkan PSR, menurutnya, dana yang sangat besar yang sudah disiapkan tersebut akan dikembalikan ke negara. "Kalau pesertanya nihil, tidak ada yang lolos verifikasi, dana tak bisa dicairkan," ujarnya.
Diakuinya, berdasarkan pengalaman, selama ini kendala utama usulan PSR adalah persyaratan administratif. Seperti kesesuaian kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK), sertifikat atau bukti kepemilikan lahan, dan surat keterangan lahan tidak masuk kawasan hutan.
"Ada juga kendala yang sifatnya teknis. Misalnya dalam usulan disebut 3,2 hektar, tetapi setelah diukur hanya 3,1 hektar. Ini tentu harus direvisi lagi," pungkasnya.
[Redaktur: Mega Puspita]