Riau.WahanaNews.co - Tiga orang masyarakat petani di Kabupaten Mukomuko, Bengkulu digugat bayar ganti rugi sebesar Rp7 miliar lebih oleh perusahaan kelapa sawit PT. Daria Dharma Pratama (DDP).
Tiga orang petani itu yakni Harapandi, Rasuli dan Ibnu Amin, warga Desa Sibak, Kecamatan Ipuh, Mukomuko. Ketiganya digugat dengan tuduhan melakukan perbuatan melawan hukum, tanpa hak menduduki dan membangun bangunan liar di atas lahan HGU nomor 125 yang diklaim milik PT DDP.
Baca Juga:
Dulu Berjaya, Kini Tinggal Kenangan: 10 Startup Populer yang Hilang dari Pasar
Perkara perbuatan melawan hukum yang ditujukan kepada tiga orang petani tergugat, saat ini telah berproses di Pengadilan Negeri (PN) Mukomuko. Dengan nomor/Pdt.G/2023/PN Mkm yang didaftarkan oleh PT DDP penggugat melalui kuasa hukumnya, Yulia Falufi.
Dikutip Rabh (11/10/2023), Kuasa Hukum Tergugat, Riyan Pranata mengungkapkan, ada beberapa poin yang disampaikan PT DDP selaku penggugat terhadap 3 orang kliennya.
Diantaranya, PT DDP selaku penggugat menuntut ganti rugi material sebesar Rp3. 779.437.171. Kerugian material ini dihitung dari hasil panen sejak bulan Desember 2022 hingga Juni 2023.
Baca Juga:
5 Dampak Mengerikan Kepemimpinan Toksik di Tempat Kerja
Materi gugatan kedua, pihak penggugat meminta kliennya untuk membayar ganti rugi inmaterial sebesar Rp3,5 miliar. Dengan dalih aktivitas kliennya dianggap menghilangkan waktu dari program usaha sawit yang diklaim milik penggugat sejak Desember 2022 hingga Juni 2023.
‘’Jadi secara total, gugatan material dan in material yang ditujukan kepada kliennya selaku tergugat lebih dari Rp7 miliar,’’ ungkap Riyan Prana usai menjalani sidang perkara di Pengadilan Negeri Mukomuko, Selasa (10/10/2023) kemarin.
Riyan Prana salah satu tim advokat pada lembaga bantuan hukum (LBH) Republica dan Yayasan Kanopi Hijau Bengkulu, juga menyampaikan, tuntutan lain yang ditujukan penggugat kepada kliennya, juga meminta mengosongkan areal lahan sengketa.
‘’Untuk sidang hari ini, sudah masuk agenda pokok persidangan. Dapat kami tegaskan, kepada para pihak untuk dapat menahan diri dan tidak melakukan tindakan-tindakan yang akan mengakibatkan kerugian para pihak,’’ pinta Riyan.
Adapun materi gugatan yang disampaikan PT DDP, tiga orang petani selaku tergugat dianggap telah melakukan perbuatan hukum, pertama para tergugat dan kelompoknya diduga tanpa hak menduduki dan membangun bangunan liar di atas lahan HGU nomor 125 milik penggugat.
Perbuatan melawan hukum kedua, tergugat dan kelompok dinilai telah menghalang-halangi proses panen buah sawit milik penggugat di atas lahan HGU nomor 125 milik penggugat
Kemudian, perbuatan melawan hukum ketiga, para tergugat mengambil dengan tanpa hak buah sawit hasil panen milik penggugat di lahan HGU nomor 125 milik penggugat.
Salah satu petani tergugat, Harapandi menyampaikan, lahan garapan masyarakat petani yang diklaim oleh PT DDP adalah lahan HGU mereka berada di wilayah daerah Air Sule, Desa Serami Baru, Kecamatan Malin Deman.
Menurutnya, petani penggarap lahan di areal tersebut berasal dari warga Kecamatan Ipuh, Malin Deman dan Air Rami, dengan jumlah lebih kurang 52 orang, termasuk dirinya.
Dijelaskan Harapandi, sejumlah petani itu tidak serta merta memasuki dan menggarap areal lahan yang diklaim masuk kawasan HGU PT DDP tersebut. Dikatakan Harapandi, mulanya lahan tersebut tidak digarap dan tidak diolah dari pihak mana pun, termasuk pihak perusahaan penggugat.
Sebelum memulai menggarap, kata Harapandi, pihaknya juga telah mendatangi pihak manajemen PT. DDP. Menurut Harapandi, dari keterangan yang didapatkan dirinya melalui Legal PT DDP bernama Yoyok, bahwasanya lokasi lahan tersebut berada di luar HGU PT DDP.
‘’Dengan adanya seperti itu, kami masyarakat datang ke sana, kami bersihkan lahan itu. Kami bikin pondok-pondok di sana. Sesudah itu kami tanam tanaman kami, berupa sawit,’’ urainya.
Di saat pihaknya melakukan aktivitas di lokasi, tidak ada teguran dari pihak manajemen perusahaan.
Namun pada tanggal 2 Agustus 2023 lalu, ada panggilan untuk sidang di Pengadilan Negeri Mukomuko, dalam perkara gugatan yang disampaikan PT. DDP.
‘’Di hari itu juga, PT DDP melakukan panen di lokasi garapan kami. Di situ ada APH juga, manajer, askep dan asisten perusahaan ada disana. Jadi kami tidak pernah menghalangi pihak perusahaan yang punya legalitas. Dan kami telah pernah menyurati pihak DDP, tolong tunjukkan batas HGU. Sampai detik ini, PT DDP belum bisa menunjukkan batas HGU. Mirisnya sekarang, kami digugat hingga Rp7 miliar,’’ paparnya.
Dia juga menyampaikan, sebelum menunjukkan legalitas batas HGU, pihak DDP telah melakukan panen raya di lahan garapannya beserta petani lainnya.
‘’Versi DDP, lahan yang kami garap itu masuk HGU Air Pendulang Estate, tapi kami menganggap lahan itu bukan kawasan HGU PT DDP,’’ demikian Harapandi.
[Redaktur: Mega Puspita]