Riau.WahanaNews.co | Pertamina memulai membangun PLTS berkapasitas 25 MW di Rokan, Pekanbaru, Riau. Proyek itu merupakan bagian dari rencana Pertamina untuk mencapai 200 MW.
Pada Jumat, 22 April 2022 di Rumbai, Pekanbaru, sebuah acara groundbreaking menandai dimulainya proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) oleh Pertamina Hulu Rokan (PHR) dengan mitra kerja samanya, yakni Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE).
Baca Juga:
Layanan SuperSUN PLN, Inovasi Listrik Bersih 24 Jam, Dukung Kemajuan Masyarakat Kepulauan di Sulawesi Selatan
Pembangunan PLTS ini untuk mendukung pengurangan emisi karbon dan mendukung target pemerintah untuk mempercepat transisi energi dan target bauran energi dari energi baru terbarukan (EBT).
PLTS tersebut secara keseluruhan akan menempati lahan seluas 28,16 hektare yang berada di tiga lokasi, yaitu Rumbai, Duri, dan Dumai Camp dan diharapkan mampu menghasilkan 25 megawatt (MW) untuk mendukung kegiatan operasi di WK Rokan.
Acara groundbreaking dihadiri Direktur Logistik dan Infrastruktur Pertamina (Persero) Mulyono, Komisaris Pertamina NRE David Bingei, CEO Pertamina NRE Dannif Danusaputro, Direktur Utama PT PHR Jaffee A Suardin, Direktur Perencanaan Strategis & Pengembangan Bisnis Pertamina NRE Fadli Rahman, Direktur Proyek dan Operasi Pertamina NRE Norman Ginting, serta Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagut Rikky Rahmat Firdaus.
Baca Juga:
Energi Surya Jadi Sumber Cahaya Bagi Kehidupan Masyarakat Desa Tepian
“Proyek PLTS ini merupakan role model dan salah satu yang terbesar di Indonesia. PLTS yang diharapkan akan menghasilkan 25 MW ini merupakan bagian dari rencana Pertamina untuk mencapai 200 MW. Melalui pembangunan PLTS ini, WK Rokan memperoleh efisiensi sebesar 5 juta Dollar Amerika,” kata Mulyono.
Sedangkan Direktur Utama PT PHR Jaffee A Suardin, ketika membuka acara, mengatakan bahwa tenaga surya sebagai salah satu energi baru terbarukan bukan sekadar tren global yang diadopsi di Indonesia. Transisi energi hijau yang berkelanjutan justru merupakan prioritas negara.
“PHR dalam hal ini turut berpartisipasi dalam mendukung target pemerintah melalui grand strategy energi nasional untuk mempercepat transisi energi dan target bauran energi dari EBT sebesar 23% pada 2025 serta mencapai net-zero emissions di 2060 dengan jangka menengah 29%-41% di 2030,” kata Jaffee.
Sementara itu, Dannif mengatakan, kerja sama strategis ini merupakan bentuk komitmen Pertamina Group untuk memulai transisi energi dari halaman sendiri dan berkontribusi terhadap program pemerintah.
“PLTS WK Rokan ini akan menjadi salah satu showcase energi bersih Pertamina di gelaran G20. Pertamina NRE akan terus berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan untuk mewujudkan transisi energi yang berkelanjutan,” katanya.
Penandatanganan nota kesepahaman antara Pertamina Hulu Rokan (PHR) dan Pertamina NRE dilakukan pada 15 November 2021.
MoU itu berisi rencana penyediaan PLTS untuk wilayah kerja Rokan Pertamina, di mana Pertamina NRE dan PHR telah berkolaborasi bersama untuk melaksanakan studi kelayakan proyek tahap pertama yang terbukti tidak mengganggu keandalan sistem kelistrikan PHR.
Proyek ini juga akan mengoptimalkan penggunaan komponen dalam negeri sesuai dengan ketentuan pemerintah terkait TKDN.
Dalam keterangan resminya Kementerian ESDM mengatakan, Indonesia memiliki keunggulan berupa lokasi geografis yang sangat berpotensi untuk energi surya.
Panel surya dengan teknologi fotovoltaik akan dipasang menggunakan dua metode yaitu yang terpasang di tanah (ground-mounted) dan yang berada di atap bangunan (rooftop). Energi surya yang ditangkap kemudian dikonversikan melalui inverter sehingga energi listrik tersebut selanjutnya digunakan di WK Rokan.
Melalui PLTS ini, dampak yang diharapkan tidak hanya mengurangi emisi karbon sebanyak 23.000 ton per tahun, melainkan juga adanya pengurangan pemakaian fuel gas sebesar 352 MMSCF per tahun serta penghematan biaya operasi sebesar USD4.3 juta per tahun.
Selain itu, PLTS juga membantu mengurangi pemanasan global yang dapat mengakibatkan perubahan iklim.
Sebagai bagian dari subholding upstream Pertamina, PHR terus berpegang teguh pada komitmen untuk mengimplementasikan aspek environment, social, and governance (ESG) dalam pengelolaan bisnisnya.
Pertamina mengambil peran besar di Presidensi G20 Indonesia, di mana Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menduduki jabatan sebagai Chair of Task Force Energy, Sustainability, and Climate (ESC) dari Business 20 (B20), yaitu ruang dialog bisnis internasional yang menjadi bagian dari agenda penting G20.
Perlu diketahui, Indonesia sangat kaya akan energi terbarukan dengan potensi lebih dari 400.000 MW. Lima puluh persen di antaranya, atau sekitar 200.000 MW, adalah potensi energi surya.
Kini, pemanfaatan energi surya sendiri baru sekitar 150 MW atau 0,08% dari potensinya. Padahal, Indonesia adalah negara khatulistiwa yang seharusnya bisa menjadi panglima dalam pengembangan energi surya.
Pemanfaatan potensi tersebut semakin terbuka dan harganya makin murah dari waktu ke waktu, terutama PLTS, seiring pembiayaan untuk bisnis energi fosil semakin diperketat.
Menurut International Renewable Energy Agency (IRENA) 2021, kapasitas PLTS di Vietnam telah mencapai 16.504 MW, meningkat drastis dalam tiga tahun. Di Malaysia sebesar 1.493 MW dan India sebesar 38.983 MW.
Mengantisipasi hal tersebut, pemerintah melalui Kementerian ESDM menargetkan terpasangnya PLTS Atap sebesar 3.600 MW secara bertahap hingga 2025.
Adapun beberapa stimulus bagi rakyat yang ingin memasang PLTS atap, antara lain, ketentuan ekspor listrik dari masyarakat ke PLN ditingkatkan dari 65% menjadi 100%, jangka waktu kelebihan listrik masyarakat di PLN diperpanjang dari tiga bulan menjadi enam bulan, waktu permohonan PLTS Atap dipersingkat menjadi 5-12 hari.
Pengembangan PLTS Atap yang ditargetkan sekitar 3.600 MW secara bertahap hingga tahun 2024/2025 berpotensi mengurangi biaya bahan bakar per unit kWh sebesar Rp7,42 kWh dengan nilai rupiah gas total yang dapat dihemat sebesar Rp4,12 triliun per tahun.[gab]