Di sana, Abdul Latief bertemu dengan Panglima Kostrad, Mayor Jenderal Soeharto yang tengah menunggui putra bungsunya (Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto) yang dirawat karena ketumpahan kuah sop panas.
“Itu urusan mereka, saya sebagai ajudan waktu itu tidak tahu menahu,” ujar Ishak Bahar kepada Tirto.id, mengomentari pertemuan Abdul Latief dengan Soeharto.
Baca Juga:
Jokowi Bersihkan Nama Soekarno dari G30S PKI, Guntur: Dia Nasionalis dan Patriot Sempurna
Setibanya di Lubang Buaya, Ishak hanya berjaga di sana sepanjang malam. Ia tak ikut dalam regu-regu penculik yang dikomandoi Letnan Satu Dul Arif.
Menurutnya, malam itu di Lubang Buaya sepi, tak ada Gerwani dan tarian lagu "Genjer-genjer". "Itu palsu," ujar Ishak membantah isu tersebut.
Informasi ini bertolak belakang dengan keterangan Soekitman, Agen Polisi Tingkat II yang ikut dibawa ke Lubang Buaya saat ia berpatroli dan menjadi saksi pembunuhan.
Baca Juga:
Presiden Jokowi Tegaskan Gelar Kepahlawanan Bung Karno
Menurutnya, di lokasi pembunuhan para petinggi Angkatan Darat itu justru terdapat para sukarelawan yang berasal dari Pemuda Rakyat dan Gerwani (lihat menit 14.50-15.07). Terlepas dari hal tersebut, setelah pasukan penculik kembali dengan korbannya masing-masing, Ishak merasa tersiksa melebihi kesepian yang berjam-jam sebelumnya ia lakoni.
Dua dari enam jenderal yang dibawa telah terbunuh, yakni Brigadir Jenderal Donald Izacus Panjaitan dan Letnan Jenderal Ahmad Yani. “Aduh, cilaka ini,” gumamnya membatin.
Para jenderal dan satu perwira lainnya yang masih hidup, kemudian dianiaya dan dibunuh serta dimasukan ke dalam sumur tua.